Komersialisasi Pendidikan Dalam Prespektif Psikologi Islam

Komersialisasi Pendidikan Dalam Prespektif Psikologi Islam

 

Idham Okalaksana Putra

idhamokalaksanaputra@gmail.com

UIN Sunan Ampel Surabaya

 

 

Abstrak

 

Pendidikan memiliki peranan yang sangat dibutuhkan oleh semua orang untuk memberikan pengetahuan baru.  Pendidikan memerlukan bahan-bahan yang menunjang agar dapat terselenggara dengan baik. Sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.  Belakangan ini pendidikan dijadikan sebagai alat baru untuk meraih keuntungan dari segala aspek dalam kata lain komersialisasi pendidikan.  Komersialisasi pendidikan ini  dapat dirasakan oleh pihak yang memiliki tingkat pendapat dibawah rata-rata, mereka  kesulitan untuk mendapakan pendidikan yang terbaik.  Karena pendidikan yang baik membutuhkan fasilitas yang lengkap dan bagus. Penyelenggaraan tersebut dapat dilihat dari mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan fasilitas tersebut.  Dan tidak dipungkuri mereka yang memiliki kelebihan dalam finansial akan lebih mudah mengaksesnya. Dalam hal ini orang tua sebagai pemberi kekuasaan terhadap progam pendidikan apa yang layak untuk diberikan kepada anaknya. Peranan orang tua akan sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam pendidikan yang didapatkan oleh anaknya.   

 

Kata Kunci: Pendidikan, Komersialisasi, Orang tua

 

 

A.    PENDAHULUAN

           

Pendidikan menjadi pembicaraan menarik untuk didiskusikan  dan diperdebatkan. Walau demikian pendidikan dapat dikategorikan sebagai permasalahan yang rumit, membingungkan, dan terkesan tidak memiliki solusi untuk menyelesaikan permasalahanya. Banyak sudah pergantian pejabat pendidikan untuk memberikan solusi kepada dunia pendidikan, namun tidak memberikan hasil yang signifikan dan malah memperkeruh permasalahan.  Parahnya permasalahan yang belum diselesaikan menimbulkan permasalahan baru yang terus menggerus dunia pendidikan kita.

 

            Sudah menjadi hal lumrah terjadi di tiap tahun ajaran pendidikan yang terselenggara memberikan dampak buruk bagi masyarakat luas.  Bagaimana tidak, berbagai macam kebijakan dan aturan yang tidak memiliki solusi aktif, terkesan main-main dan berujung pada ketidak pastian.  Dapat kita lihat disetiap awal tahun ajaran baru kita selalu dipusingkan dengan hal yang selalu berulang dan tak ada penyelesaian.  Salah satu contoh yakni berbagai macam aturan yang memberatkan masyarakat tentang penerimaan peserta didik baru, mulai dari uang gedung, seragam, buku-buku, perlengkapan alat tulis dan biaya “hantu” lainya yang terus saja nominalnya bertambah.

 

            Pada tanggal 31 Maret 2010 yang lalu mahkamah konstiusi membatallkan UU BHP, namun pengaruhnya terus menggerogoti dunia pendidikan.  Bagaimana tidak biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat adalah 60 %, dikarenakan pemerintah hanya memberikan subsidi sebesar 40% saja. Sehingga kesenjangan ini berdampak hingga bangku perkuliahan,disebabkan mereka yang menikmati pendidikan fonrmal dari jenjang SD, SMp, SMA  atau bangku perkuliahan hanya bagi mereka yang memiliki keuangan berlebih.[1]

 

            Pengaruh dari undang-undang yang terus berubah-ubah mengenai pendidikan terus diperdebatkan, jika merujuk pada UUD 1945 pasal 28 C dan dilanjutkan dengan UU. 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 1,[2]  seharusnya hak setiap warga negara untuk mendapakan pendidikan yang layak ditanggung dan diurus oleh pemerintah. Namun dengan perubahan kebijakan yang terkesan tidak memihak kepada kalangan berpenghasilan menengah kebawah, sangat berpengaruh terhadap fasilitas dan kualitas yang didaptkan. Karena pendidikan tidak lagi bisa dimiliki oleh seluruh rakyat indonesia, namun hanya mereka yang memiliki uang berlebih yang dapat mengakses dan merasakan fasilitas lengkap dalam dunia pendidikan.

 

Menurut Mua’rif dalam Mujahidun kebijakan mengenai otonomi pendidikan hanya mendukung mereka yang memiiki uang berlebih untuk mengakses pendidikan yang layak. Yang terjadi disetiap daerah lahir sekolah unggulan yang menjamu para peserta didik dengan fasilitas yang lengkap dengan pembiayaan yang fantastis. Dengan diberlakukanya otonomi pendidikan tersebut mendorong setiap sekolah menggunakan penataan keuangan dengan berlandaskan profit atau keuntungan.[3] 

 

B.     Metode Penelitian

 Penelitian ini merupakan penelitian studi pustaka yaitu penelitian yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan. Oleh karena itu yang dilakukan dengan kegiatan sistematis untuk dapat mengumpulkan, mengelola dan menyimpulkan data-data yang menjadi landasan untuk memberikan gambaran jawaban yang akurat terhadap tema yang dihadapi. Data primer dan sekuder diekplorasi dengan baik dengan langkah sebagai berikut: membaca serta menelaah secra mendalam data primer seperti buku yang merupakan buah hasil penelitian, tesis, maupun desertasi yang terkait dengan psikologi dan pendidikan islam.  Sementara itu, untuk data sekunder, penulis membaca dan menelaah buku dan jurnal yang relevan dengan penelitian ini, kemudian selanjutnya dianalisis dalam prespektif pendidikan islam. Komersialisasi Pendidikan merupakan tema yang sudah banyak di bahas oleh peneliti terdahulu seperti Mutma’inah (2018), Sholehuddin (2012), Asmirawanti (2016), Edison (2012) dan masih banyak lagi yang membahas artikel yang menjadi pedoman dalam penelitian ini.

 

Metode pengumpulan data dengan mengumpulkan berbagai jural, artikel, dan buku  yang didalamnya mengkaji psikologi dan pendidikan islam.  Setelah data tersebut terkumpul, kemudian selanjutnya dilakkan sebuah pemilihan antara, jurna;, artikel dan buku yang membahas mengenai psikologi dan pendidikan islam.  Selanjutnya dianalisis secara deduktif dan induktif.  Metode deduktif digunakan dalam rangka memperoleh gambaran tentang psikologi islam sebagai kajian keislaman secara detail.  Sementara metode induktif digunakan dalam rangka memperoleh dan mengungkapakan gambaran mengenai pendidikan islam secara utuh.

 

Analisis data merupakan cara untuk memperoleh data yang dieperoleh selama penelitian dilakukan hinggga dapat ditarik kesimpulan.  Setelah data psikologi islam terkumpul selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif-analistik.  Deskriptif adalah metode yang menggunakan pencarian fakta yang diinterpretasikan dengan tepat.  Sedangkan analisis adalah menguraikan sesuatu secara cermat dan terarah.  Data yang dianalisis kemudian dipaparkan dengan metode deduktif yang berangkat dari teori umum menuju pada kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan penelitian.

 

C.    HASIL DAN PEMBAHASAN

 

  1. Hakikat Pendidikan

 

Pendidikan adalah ranah untuk memberikan informasi ataupun pengetahuan baru dari dari individu untuk memberikan pengaruh kepada lingkunganya.  Lingkungan yang dipengaruhi sangat berkaitan erat dengan tempat tinggal setiap individu.  Perkebangan pendidikan atara suatu daerah dengan daerah lain memiliki perbedaan dari segi kualitas, sarana, dan biaya.  Perbedaan itu dapat kita rasakan pada daerah-daerah yang maju dari segi ekonomi pendapatan dan juga kepedulian terhadap pendidikan yang sedang berlangsung didaerah tersebut.

 

Setiap individu yang memiliki pendidikan tinggi akan memberikan pengaruuh terhadap daerahnya.  Mereka yang mendapatkan pelajaran yang baik akan memberikan gambaran kepada masyarakat disekitarnya bahwa mereka yang memiliki pendidikan tinggi dapat merubah tatanan masyarakat yang kurang menjadi lebih baik, atau pada raah pemerintahan daerahnya yang kurang peduli terhadap pembangunan daerah melalui jalur pendidikan akan membuka mata mereka untuk memilih pendidikan sebagai satu dari berbagai cara untuk merubah pertumbuhan ekonomi daerahnya menjadi lebih sejahtera.

 

Pendidikan yang baik bagi setiap individu akan dirasakan oleh masyarakat dan lingkungan sekitarnya.  Mereka dapat memberikan kontribusi bagi daerahnya untuk memajukan progam-progam yang ada disetiap lini.  Berkat pendidikan tidak hanya berkembang dari segi personal saja, namun juga dari segi sosial akan berubah.  Karena secara Nasional  pendidikan memiliki tujuan yang tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan yakni : “Menjadikan manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa, memiliki budi pekerti yang luhur, dengan pengetahuan yang baik dengan diikuti keterampilan,  berbadan sehat dan kuat kerohanianya serta memiliki rasa tanggung jawab untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsanya”.[4]

 

Peran pendidikan sebagaimana yang dikemukakan Aronowitz dalam makmuri menjelaskan bahwa pendidikan memiliki peranan sebagai locus of struggle dan juag sebagai instrumen negosiasi untuk peserta didik sebagai promotor pembangunan bangsa akan diarahkan kemana budaya, sosial dan ekonomi masyarakat dikemudian hari.[5]   Sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam prinsip pendidikan dalam hal ini penulis memiliki padangan pada tujuan dan perinsip dalam pendidikan islam.  Pendidikan memiliki tujuan yakni untuk lebih bertakwa kepada Allah Subhanahu Wata’ala dalam menjalankan segala aktivitas kehidupan.  Baik yang dilakukan secara personal maupun sosial.

 

Pendidikan yang berlandaskan akan pemahaman akan ketakwaan kepada Allah, memiliki peranan kepada pribadi yang memperoleh pendidikan yang baik untuk mengembangan masyarakatnya untuk lebih baik dikemudian hati dengan tetap terarah sesuai garis yang ditentukan dalam Al Quran dan Al Hadist.[6]  Dalam pandangan islam senditi yang diajarkan oleh Rasulullah, untuk dapat membaca dan dapat memberikan kontribusi bagi bangsa dan negaranya melalui pembelajaran dengan memberantas buta huruf, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al Jumu’ah ayat 2 yang artinya; ” Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah) Dan sesungguhnya mereke sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

 

Dalam pengertian tersebut jelas bahwa islam mengajarkan agar setiap pribadi untuk belajar dan menghapus buta huruf, untuk dapat membaca berbagai bacaan yang ada baik membaca ilmu-ilmu samawi maupun ilmu pengetahuan umum.  Senada dengan itu Indoensia memiliki asas pancasila sebagai dasar negara yang didalamnya terdapat pembukaan Undang-udang dasar 1945 alinea ke- 4 menyebutkan bahwa memiliki pondasi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.  Dengan membaca setiap individu dapat mendapatkan penghidupan yang layak untuk dapat bersaing dengan berbgai pihak, termasuk bersaing dalam kancah internasional. 

 

Membaca yang didaptkan melalui progam pendidikan menjadi pijakan dasar untuk dapat bersaing baik untuk kehidupan yang lebih baik dan juga untuk bersaing dengan bangsa lain untuk memajukan bangsa dan negara.   Membaca merupakan ajaran Islam yagnn merupakan wahyu pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.  Dalam surat Al Alaq diajarkan untuk medalamai pengetahuan.  Dalam pembukaan undang-undang 1945 yang telah disebutkan diatas,menjadi acuan bahaa membaca merupakan suatu tolak ukur untuk mengingkatkan daya guna dan daya fikir setiap individu untuk memperoleh pengetahuan.  Oleh sebab itu setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki setiap warga negara.

 

Setiap warga negara Indonesia yang akan berjuang untuk memperjuangkan indonesia dikemudian hari harus memiliki pondasi yang kuat untuk dapat mengenal dan mengatasi masalah yang ada disekitar lingkunganya dengan mempunyai keterampilan hidup yang mumpuni (Life Skill). Dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 sudah disebutkan tentang prinsip system pendidikan Nasional yaitu:

  1. Demokratis dan berkeadailan dengan menjunjung tinggi setiap hak manusia dalam memperoleh pendidikan, yang berlandaskan akan nilai keagamaan dan budaya.
  2. Sistematik, yaitu sebuah layanan yang terbuka dan multi penjabaran. Yang dapat diakses pleh seluruh peserta didik sepanjang kehidupan ini berlangsung.
  3. Memberikan keteladanan, memotivasi dan mengembangkan seleuruh kreativitas dalam diri peserta didik untuk menunjang proses pembelajaran.
  4. Terselenggaranya budaya membaca atau literasi dan juga calistung ( baca,tulis, dan hitung) bagi seluruh masyarakat.
  5. Penyelenggaraan pendidikan melalui pemberdayaan seleuruh pihak masyarakat dengan mengikut sertakan masyarakat untuk memantau dan mengendalikan kualitas pendidikan.[7]

 

Setiap lembaga pendidikan mulai berlomba untuk memberikan berbagai macam pelayana yang dapat manarik hati orang tua untuk menyekolahkan anaknya disekolah tersebut dengan berbagai macam fasilitas yang menunjang proses pembelajaran dengan harga selangit.  Tidak perbedaan antara sekolah negeri dan swasta, keduanya memberikan jalan bagi terciptanya komersialisasi pendidikan untuk membuka jalan bagi para kapitalis meraup keuntungna sebesar-besarnya.

2.      Psikologi dan Pendidikan Islam

Islam memngajarkan untuk selalau berdo’a kepada Allah untuk memberikan jalan keluar terhadap setiap permasalahn yang kita hadapi.  Dalam permasalah yang lahir tidak akan erlepas dari apa yang kita alamai ketika berinteraksi dengan orang lain dan juga alam.  Allah memberikan jalan keluar bagi setiap hamba-Nya yang ingin keluar dari setiap permasalahan dengan berusaha dan bertawakal.  Berusaha adalah kata kunci untuk mengubah setiap kejadian dan tawakal adalah bentuk kepasrahan tentang hasil yang akan Allah berikan.  Dalam islam pendidikan berhubungan erat  dengan ilmu, menuntut ilmu adalah sebuah kewajiabn yang harus diniatkan setiap hari, karena dilakukan dari buaian hingga liang lahat.[8]

 

Islam yang secara luas menggambarkan akan pentingnya menuntut ilmu memberikan pengertian pada kita unutk terus berusaha mencari ilmu dimana saja kita berada dan kepada siapa saja.  Upaya sadar yang dilakukan unuk mengembangkan ilmu merupakan  pendidikan islam itu sendiri.  Setiap pihak  yang terkait memiliki peranan untuk bertanggung jawab memberikan bimbingan, pembinaan,  pengembangan dan pengarahan potensi  yang dimiliki setiap anak.   Dalam hal ini seperti yang diajarkan Rasulullah berkenaan psikologi agama. [9]

 

Agama merupakan landasan untuk memberikan pengaruh yang positif bagi setiap orang yang menjalankan aturan agama dengan baik.  Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mearaih pengetahuan mengenai ilmu yang tersebaar luas diseluruh jagat raya.  Perkembangan ilmu yang semakin maju dengan kualitas pendidikan yang terus mengalami penurunan kuliatas perlu mendapatkan perhatian khusus. 

 

Pendidikan mencerminkan layanan yang diberikan kepada mereka yang ingin mendapatkan pendidikan yang layak dan bermutu guna menunjang kebutuhan zaman yang terus meningkat.  Dizaman yang terus berkembang dengan cepat ini, kebutuhan akan pendidikan yang terarah dan sesuai dengan yang dibutuhkan kebanyakan masyarakat di indonesia. 

 

Islam mengajarkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain secara luas, tidak memandang suku, ras dan agama.  Memberikan manfaat kepada orang lain bisa dilakukan dengan berbagai cara, dapat berupa harta, tenaga dan pikiran. Dalam islam memberikan manfaat juga dapat dilakukan walaupun satu ayat yang dapat mengubah seseorang menjadi lebih baik.

 

  1. Komersialisasi dalam Dunia Pendidikan

 

Komersisalisasi pendidikan menurut Habibie adalah sebah proses yang mengantarkan seseorang untuk menjadu pekerja untuk sektor industri, dan bukan lagi sebagai sarana untuk mengantarkan seseorang memiliki kecerdasan dan memberikan konstribusi bagi masyarakat sekitarnya.[10]  Dunia pendidikan mulai berorientasi terhadap jalanya sebuah profit, pemasukan, untung dan juga bisnis yang dilakukan oleh para kapitalis untuk mendapatkan hasil dari komersialisasi pendidikan.  Pendidikan sudah berubah fungsi dari pada untuk mencerdaskan manusia dan berganti menjadi pendidikan yang menghasilkan untung dan rugi. [11]

 

            Perbahan yang terjadi dalam  pendidikan tidak terlepas dari perenan ekonomi yang menyelimuti dunia pendidikan di era sekarang.[12]  Pada zaman kolonial belanda telah terjadi tradisi yang sangat agung dengan memberdayakan masyarakat untuk menunjang pendidikan yang lebih baik dengan diadakan sedekah.  Namun proses pembiayaan pendidikan dari masyarakat itu kini berubah menjadi pembiayaan yang dilakukan oleh orang tua masing-masing peserta didik untuk membayar biaya sekolah dengan menyamaratakan biaya pendidikan tanpa melihat tingkat ekonomi keuangan orang tua setiap peserta didik.[13]

 

            Sekolah yang dinaungi oleh pemerintahan ataupun yayasan perorangan atau golongan sudah menganut komersialisasi pendidikan.  Ada biaya yang harus dibayarkan orang tua untuk dapat masuk kesekolah tersebut.  Biaya yang masuk kesekolah tersebut akan dimanfaatkan untuk kepentingan  pemeliharaan lingkungan sekolah dan dan lainya untuk gaji pengelola dan pendidik.  Bila hal demikian dilakukan oleh sekolah swasta yang memberikan jumlah nominal yang bernilai fantastis kemungkinan besar yang dapat menjangkaunya adalah mereka yang memiliki tingkat ekonomi yang kuat.  Dan bagi mereka yang memili tingkat ekonomi lemah akan mengalami kesusahan untuk menyekolahkan anak nya disekolah swasta.

 

            Namun jika pungutan keuangan dengan jumlah besar dilakukan oleh sekolah dibawah naungan pemerintahan.  Hal ini menjadi masalah besar.  Dimana seluruh dana yang didaptkan sekolah tersebut sudah ditanggung oleh pemerintah, namun dengan berbagai macam alasan dan segala kebutuhan yang ingin dicapai, sekolah menginkan pemasukan yang lebih untuk memberikan kentungan pribadi bagi mereka yang bermain dalam komersialisasi pendidikan.

 

            Komersialisasi pendidikan memberikan pengertian mendasar yakni mencari keuntungan atau profit.  Setiap lembaga pendidikan yang menggunakan komersialisasi, pasti akan bersaing untuk menghasilakn produk yang bermutu dan berkualaitas untuk dapat bersaing dengan sekolah lainya.  Jika dalam bidang pendidikan komersialisasi sangat berhubungan tingkat kuantitas peserta didik yang masuk kesekolah tersebut.  Dengan jumlah peserta didik yang semakin banyak.[14]

 

            Komersialisasi yang dilakukan untuk mencari keuntungan dalam pandangan islam bertolak belakang dengan tujuan pendidikan islam itu sendiri.  Islam mengajarkan untuk menjadikan setiap manusia dapat bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.  Setiap manusia memiliki peranan untuk mengubah hidup diri dan orang lain untuk menjadi lebih baik dikemudian hari.  Memberikan pengaruh yang baik untuk orang lain dan menjadikan seseorang men

 

            Sekolah unggulan memberikan pelayanan terbaik kepada anak yang dititipkan sebagai peserta didik.[15] Pelayanan yang diberikan oleh sekolah unggulan harus memperhatikan apa yang menjadi kendala selama penyelenggaraan berlangsung berjalan dengan baik dan maksimal.  Orang tua memberikan kucuran dana yang sangat tinggi untuk mendapatkan fasilitas tersebut.  Dan pastilah yang dapat membayarkannya adalah dari kalangan orang tua dengan penghasilan ekonomi tinggi.

 

            Oldfield dan Baron menekankan akan pentingnya layanan yang diberikan sekolah unggulan untuk menjamin mutunya harapan orang tua dan peserta didik yang mendalam pembelajaran di sekolah tersebut.  Adanya interaksi yang baik dengan orang tua sebagai pelanggan harus diperhatikan. [16]  Dalam hal ini sekolah yang mengutamakan kepentingan pelanggan akan selalu menjadi fasilitator kepada orang tua yang telah membayar dengan harga tinggi.  Pendidikan yang lebih baik perlu dukungan dari berbagai lini, termasuk dalam hal pendanaan.[17] 

 

            Pendidikan merupakan upaya untuk memberikan manfaat kepada banyak orang dan dapat merubah seseorang menjadi lebih baik.  Memberikan manfaat kepada orang lain jika dilihat dari pandangan islam tidak hanya berupa kebutuhan akan untung dan rugi, namun lebih besar dari pada itu.  Pendidikan yang dikomersialkan hanya akan memberikan keuntungan berupa materi kepada pihak tertentu yang mendapatkan hasil.  Namun bagi mereka yang menjalankan progam pendidikan akan merasakan efek dari untung dan rugi dalam komersialisasi pendidikan yaitu ilmu yang tidak bermanfaat.

 

4.      Tantangan Dimasa Depan

 

Adanya visi dan misi tertentu untuk menjadi pendidikan sebagai alat komoditi memberikan peluang untuk memperebutkan dan mempengaruhi tujuan yang ingin dicapai untuk mendapatkan keuntungan, hal ini yang mencederai proses dan tujuan pendidikan.  Kekuasaan yang sedang mendominasi akan terus memberikan tekanan pada dunia pendidikan untuk memberikan pengaruh dan keuntungan terhadap kelompok ataupun golongan tertentu.

 

Pendidikan yang dijadiakan komoditi nantinya akan menjadi barang mahal yang diperebutkan.  Barang mahal ini hanya dapat dijangkau oleh golongan tertentu saja.   Sedangkan mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar mahalnya biaya pendidikan, tidak akan dapat meraskan hal tersebut.  akibat dari pendidikan yang dikomersialkan mendapatkan pendidikan yang baik semakin tidak merata dikalangan masyarakat luas.

 

Beberapa golongan akan kesulutan mendapatkan pendidikan yang bermutu, karena harus ditunggangi dengan biaya pendidikan mahal, bahkan ada golongan yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali.  Pendidikan yang menjadi kebutuhan seluruh rakyat indonesia, sudah bergeser menjadi kebutuhan yang diperjual belikan.

 

Pemertaan harus dilakukan untuk memberikan manfaat kepada seluruh lapisan masyarakat indonesia.  Dengan pemertaan yang baik diharapkan dapat meningkatkan kualiatas dan kuantitas peserta didik yang mengikuti progam pendidikan. Teknologi mulai berkembang mengikuti perkembangan zaman. Sekarang kita dapat merasakan dampak dari teknologi ini, mulai dari pembelajaran jarak jauh yang sudah digenjarkan oleh lembaga pendidikan manapun,  harapanya setiap peserta didik mendapatkan porsi yang sama untuk mendapatkan pendidikan tanpa membedakan satu dengan golongan lainya.   Dengan memberikan hak yang sama pada setiap peserta didik akan mengurangi tingkat kesenjangan untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu dan layak.

 

  1. Kesimpulan

 

Pendidikan yang memiliki arah dan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan berborientasi pada penciptaan peserta didik yang memiliki kualitas pendidikan yang baik dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas.  Pemebelajran dengan fasilitas yang mewah dan ruangan yang megah bukan mejadi auan sekolah ataupun lembaga pendidikan dapat dikatan sebagai lembaga yang berhasil dalam mencetak peserta didik yang memilik daya saing dikancah nasional dan internasional.

 

Menjadikan peserta didik yang unggul bukan dilihat dari besar biaya yang dikeluarkan orang tua untuk layanan pemebelajaran di sekolah.  Namun peranan dari semua kalangan dan tentunya menyadai pondasi yang diajarkan Rasulullah untuk terus membaca dalam hal peningkata kualitas ilmu pengetahuan dan lain sebagai nya, agar setiap generasi yang dijadiakan melalui progam pendidikan meiliki rasa, cipta, ketakwaan kepada Allah.  Dengan ketakwaan tersebut akan menjadikan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 bukan hanya sekedar wacana belaka, namun dinyatakan dalam pbentuk perbuatan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan bangsa.

 

Pendidikan yang sesuai dengan cita-cita bangsa indonesia perlu dukungan dari berbagai pihak.  Kesenjangan dan diskriminasi terhdapar golongan tertentu yang ingin mendapatkan pendidikan bermutu perlu dihilangkan, agar setiap peserta didik mendapatkan hak yang sama untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang dapat mengantarkan mereka membangun potensi dan bakat mereka dikemudian hari.

 

Daftar Pustaka

Abdullah, M. F. (2014). Psikologi Pendidikan Dalam Al-Quran. Jurnal Ilmah Psikologi, 5.

Asmirawanti. (2016). Komersialisasi Pendidikan. Jurnal Equilibrium, 177.

Edison. (2012). Gugurnya Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional: Investasi Pendidikan VS Komersialisasi Pendidikan. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik, 33.

Hilman, D. (2016). Kapitalisasi Pendidikan Dilihat Dari Prespektif Filsafat Hukum Pendidikan Islam. Yustiti, 21.

Mansir, F. (2018). Pendekatan Psikologi Dalam kajian Pendidikan Islam. Jurnal Psikologi Islami, 78.

Marjuni. (2011). Kapitalisme dan Pendidikan Liberal. Sulesana, 198.

Mujahidun. (2016). Pemerataan Pendidikan Anak bangsa: Pendidikan Gratis Versus Kapitalisme Pendidikan. Tarbiyatuna, Vol 7, No 1 Juni, 43.

Mutma’inah. (2018). Progam Tahfidz Al Quran dan Komersialisasi Pendidikan. Jurnal Of Islamic Education Policy, 30.

Prianto, A. (2011). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Orang Tua Siswa terhadap Layanan Pendidikan di Sekolah (Studi pada sekolah unggulan di Kabupaten Jombang). Jurnal Aplikasi Manajemen, 1066.

Rumapea, M. E. (2017). Pendidikan Kemersial dan Gaya Hidup. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA, 141.

Sholehuddin. (2012). Tantangan Pesantren Dalam Komersialisasi Pendidikan Di tengah Globalisasi. Lentera Pendidikan, 226.

Sisdiknas. (2007). UU RI NO.20 Th 2003. Jakarta: Sinar Grafika.

Sukarno, M. (2014). Mengembangkan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendikia Untuk menjawab Tantangan Modernisasi, Demokratisasi Dan Globalisasi. Jurnal kependudukan Indonesia, 121.

Ulum, M. (2018). Eksistensi Pendidikan Pesantren : Kritik Terhadap Kapitalisasi Pendidikan. Ta’lim : Jurnal Studi Pendidikan Islam, 249.

Wahyudi, I. (2105). Komersiliasi Pendidikan Tinggi di Indonesia. Tawazun Vol.8 No 1 Januari - Juni, 51.

 

 



[1] Imam Wahyudi, “ Komersiliasi Pendidikan Tinggi di Indonesia”, Jurnal Tawazun, Vol.8,  No. 1 Januari-Juni 2015, 51

[2] UU RI No.20Th. 2003. Sisdiknas 2003, Jakarta: Sinar Grafika Offset 2003, Cet. Ke-4, 2007, 6

[3] Mujahidun, “Pemerataan Pndidikan Anak Bangsa: Pendidikan Gratis Versus Kapitalisme Pendidikan”,  Tarbiyatuna,Vol.7, No.1 Juni, 2016. 43

[4] Mutma’inah, “ Progam Tahfidz Al Quran dan Komersialisasi Pendidikan”, Jurnal Of Islamic Education Policy, Vol. 3, No. 1 (2018), 30.

[5] Makmuri Sukarno, “ engembangkan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendikia Untuk menjawab Tantangan Modernisasi, Demokratisasi Dan Globalisasi,” Jurnal kependudukan Indonesia, Vol. 9, No. 2 (Desember 2014), 121.

[6] Didi Hilman,” Kapitalisasi Pendidikan Dilihat Dari Prespektif Filsafat Hukum Pendidikan Islam,”  Yustiti,  Vol. 3, No. 1 (Maret 2016), 21.

[7] Didi Hilman,” Kapaitalisasi Pendidikan,,,, 20.

[8] Muhammad Faisal M. Abdullah, “Psikologi Pendidikan Dalam Al-Quran”, Jurnal Ilmah Psikologi, Vol. 1, No. 1 (Juni 2014), 5.

[9] Firman Mansir, “ Pendekatan Psikologi Dalam kajian Pendidikan Islam”,  Jurnal Psikologi Islami,  Vol. 4, No. 1 (Juni) 2018), 78.

[10] Asmirawanti, “ Komersialisasi Pendidikan”,  Jurnal Equilibrium,  Vol. 4, No. 2 (November 2016), 177.

[11] Miftachul Ulum, “ Eksistensi Pendidikan Pesantren : Kritik Terhadap Kapitalisasi Pendidikan”, Ta’lim : Jurnal Studi Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 2 (Juli 2018), 249.

[12] Sholehuddin, “Tantangan Pesantren Dalam Komersialisasi Pendidikan Di tengah Globalisasi”, Lentera Pendidikan, Vol. 15, No. 2 (Desember 2012), 226.  

[13] Marjuni, “Kapitalisme dan Pendidikan Liberal”, Sulesana, Vol. 6, No. 2 (2011), 198.

[14] Murni Eva Marliana Rumapea, “ Pendidikan Kemersial dan Gaya Hidup”, Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA, Vol. 5, No. 2 ( 2017 ), 141.

[15] Agus Prianto, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Orang Tua Siswa terhadap Layanan Pendidikan di Sekolah (Studi pada sekolah unggulan di Kabupaten Jombang), Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol. 9, No. 3 (Mei 2011), 1066.

[16] Oldfield dan Baron, “Student Perception of Service Quality in UK University Business and Management Faculty”,  Quality Assurance in Education, Vol. 8, No. 2 (2000), 85-95.

[17] Edison,” Gugurnya Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional: Investasi Pendidikan VS Komersialisasi Pendidikan”,  Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik, Vol. 16, No.2 (November 2012), 33.


No comments:

Post a Comment

Menjawab 10 pertanyaan

  Oleh: Idham Okalaksana Putra               Ada beberapa pertanyaan dari seroang teman yang menceritakan pengalamanya berbincang deng...