Kursi panas di PPDB sekolah


Sudah menjadi hal yang biasa dikalangan politisi Indonesia kegiatan korupsi menjangkit semua lini.  Baru-baru ini korupsi terpopuler menyentuh angka 271 T, korupsi terbesar dan terparah sepanjang sejarah korupsi di Indonesia.  Hal yang aneh terjadi adalah sebuah pertanyaan yaitu angka 271 T ini adalah akumulatif dari total kerugian Negara dan proses korupsinya terjadi di tahun 2015, 9 tahun berlalu, Mengapa waktu rugi 1 T tidak ketahuan?, Apa yang dilakukan aparat?, sampai harus nunggu 9 tahun, bau busuk itu mulai tercium.

Ya, ini adalah korupsi terbesar sepanjang sejarah Indonesia dan terjadi di sektor pertambangan yang memang menjadi lahan “basah” untuk cepat kaya. Apa maksudnya?, ya lahan yang bisa digarap dengan merusak ekositem, ekologi dan perusakan lingkungan lainya yang terjadi dengan mendapatkan kekayaan bumi yang dikeruk, dan hasilnya dibuat untuk kepentingan pribadi.  Memang benar kalau koruptor itu tidak hanya memakan nasi, daging dan roti tapi juga makan timah, batu bara dan aspal.  Semua yang diberikan Allah untuk negeri Indonesia untuk kesejahteraan semua orang yang tinggal dan menetap dinegeri ini dirampok oleh secuil orang-orang biadab. Lebih pantas dikatakan hewan bukan manusia, karena hewan seperti sapi dari dulu hingga sekarang tetap istiqomah makan rumput, nah kalau koruptor makananya gak pernah cukup, sampai harus makan “timah”.  Mengapa gak langsung makan timahnya aja, wahai para koruptor?. (Sudah sangat geram).

Ya itu dia gambaran korupsi yang ada di Indonesia dengan semua hal yang sangat menggelitik dan hanya bisa ditonton di belakang layar HP.  Dari berbagai hal terjadi mengenai korupsi yang sudah silih berganti, dengan berbagai macam kejadian yang ada didalamnya penulis mengira kasus ini hanya terjadi disektor pertambangan dan kalangan pejabat aparatur negara saja, namun pernyataan dibantahkan dengan psotingan di akun facebook penulis buku “Negeri para bedebah”.  Dalam postinganya, dia mengutip berita dari Kompas.com mengenai Kementrian pendidikan yang mengetahui bahwa ada jual-beli kursi di PPDB disalah satu SMAN di daerah banten.  Korupsi sudah sampai gaungnya dikancah pendidikan.  Pertanyaanya Apa tugasmu Kemendikbud? Sudah tau ada korupsi, What you do?. Sungguh miris mendengarnya bahwa kementrian yang memiliki tugas dan amanat besar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa didalamnya ada “anak kesayangan” yang melakukan korupsi, ayo segera ditindak dong seperti dulu yang dilakukan Bapak Anies Baswedan, apa kalian semua takut dicopot jabatanya?. Ini perihal pendidikan mengapa kalian hanya mengakui kalau didalam urusan PPDB sekolah ada tindakan korupsi,  mengapa tidak langsung diberantas saja, eksekusi dengan kolaborasi pihak terkait untuk menuntaskan hal tersebut?. (Geram….hmmmmm)

 Pendidikan adalah asas dan pondasi pertama manusia untuk mendapatkan pengajaran dan pendidikan yang baik untuk mengetahui baik dan buruk mengenai pengetahuan apa yang didapatkan untuk bisa bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang unggul, baik,cakap, dan ahli dalam suatu bidang.  Namun hal ini dirobek dengan proses awal untuk memulai belajar dengan adanya kasus korupsi jual-beli PPDB. 

Tak hanya kursi panas yang ada di gedung di DPR saja yang sudah lama diperebutkan, sekarang sudah mulai masuk keranah sekolah, dan sekolahnya notabenya adalah negeri.  Apakah ini cikal bakal murid yang menjadi koruptor?, untuk belajar saja harus melalaui proses korupsi, bisa jadi setelah mereka lulus hasrat untuk menjadi koruptor kian tinggi karena sudah “terlatih” dibangku sekolah.

Sebelum lebih jauh membahas mengenai korupsi yang sedang “ngetren” ini mari kita bahas dulu mengapa korupsi itu terjadi.  Dari jurnal yang dilakukan oleh Ervanda dan kawan-kawan tahun 2020 dalam jurnal Ilmu hukum humaniora dan politk menyebutkan bahwa landasan seseorang melakukan korupsi adalah dari berbagai factor yang terdiri dari factor internal, dan  eksternal, dari sini dapat digambarkan bahawa ada beberapa factor yang menjadi pemicu terjadinya korupsi.  Dari faktor tersebut dapat dijabarkan bahwa pengruh dari dalam diri manusia yang melakukan korupsi dan juga dari luar dirinya sangat berpengaruh terhadap kelakuan yang akan mereka lakukan. Mereka yang akan melakuakn korusp akan didorong oleh kedua faktor ini, urainya sebagai berikut:

1.      Faktor internal: foktor internal ini timbul dari dalam diri pelaku korupsi dikarenan adanya beberapa hal yang menjangkit dan menjadi penyakit jiwa dalam dirinya.  Hal itu adalah

a.       Sifat tamak yang timbul dari dalam diri seseorang yang berbuat korupsi untuk memperkaya diri sendiri, karena merasa apa yang sudah didapat masih kurang.

b.      Gaya hidup yang berlebihan dalam hal ini dijelaskan bahwa prilakunya adalah konsumtif, gaya hidup yang berlebihan dan terus berulang, padahal yang diperlukan setiap orang adalah kebutuhan untuk hidup bukan gaya hidup.  Karena untuk bisa hidup dengan makan nasi satu piring saja semua orang bisa hidup atau hanya dengan seteguk air.  Namun jika gaya hidup yang diambil dan sudah menjadi hal dalam ranah ini adalah konsumtif layaknya kebutuhan untuk hidup ini sudah sangat mengkhwatirkan, dikarenakan apa yang dikeluarkan untuk memenuhi gaya hidup tidak sebanding dengan pendapatan yang dihasilkan, sehingga ketika celah untuk mendapatkan pendapatan tambahan untuk memenuhi gaya hidup, pelaku koruptor dengan sigap, terstruktur, dan terencana melakukan aksinya dengan menghalalkan berbagai macam cara.

c.       Moral yang sudah bobrok atau dalam bahasa agama adalah Akhlak tercela yang sudah mendarah daging dan tidak bisa keluar dari dalam diri.  Moral atau akhlak ini sangat berpengaruh karena jika seseorang memilikinya pasti akan timbul rasa malu, khawatir, cemas dan takut untuk melakukan korupsi.  Namun ketika sinyal itu sudah tidak lagi dihiraukan dan terus dilaksanakan maka moral baik itu akan hancur dan sirna dan berubah menjadi sebuah tindakan yang dengan mudahnya untuk melakukan korupsi.  Jika moral sudah baik dan kuat maka gangguan yang ditimbulkan untuk menghasut melakukan korupsi baik yang berasal dari godaan atasan kerja, teman sekantor, dan pihak lain yang memberikan ruang untuk melakukan korupsi akan segera dibantah dan ditinggalkan, namun karena lemahnya moral pelaku korupsi akan tetap melakukan tindakan criminal terebut.

Dari penjelasan faktor internal ini kita semua yang membaca tulisan ini sudah memahami akan alur awal yang terjadi dalam diri pelaku korupsi yang ingin melanggengkan kegiatan korupsinya.  Kemungkinan akan muncul berbagai pendapat yang berbeda dari faktor-faktor yang disebutkan oleh penulis.  Bisa jadi para pembaca yang budiman memiliki tambahan pengetahuan mengenai faktor internal yang memicu korupsi, dan harapanya tulisan-tulisan itu bisa mulai pembaca buat agar pengetahuan kita makin bertambah.  Namun dalam hal ini 3 poin dasar yang sudah penulis uraikan melalui riset dari jurnal tersebut dapat kiranya membantu mengetahui dasar awal seorang koruptor melakuakan perbuatan kriminal ini.

Selanjutnya faktor eksternal yang menjadi pemicu berkelanjutan para koruptor melakukan aksinya, faktor ini adalah semua yang menjadi pemantik untuk melakukan tindakan korupsi diluar dari diri koruptor yaitu:

1.      Politik.  Politik adalah sebuah cara untuk membuat sebuah kebijakan dan pelaksanaan sebuah kegiatan bernegara untuk menjadi lebih baik dan bermanfaat untuk kesejahteraan semua orang.  Politik ini kaitanya dengan kekuasaan.  Karena dengan berkuasa secara politik seorang kurupor bisa memanipulasi apa saja yang bisa dilanggar menjadi sebuah tindakan normal dan wajar, padahal semua tindakanya adalah kejahatan.  Karena akan membahayakan bagi setiap orang yang menerima kebijakan dari proses berpolitik yang salah tersebut dan juga akan berdampak pada lingkungan, ekonomi, budaya, dan tata negara yang “semrawut”. Dari poin ini jelas bahwa politik akan berdampingan dengan kekuatan kekuasaan. Mereka yang menjadi politisi akan sekuat tenaga untuk mempertahakan kekuasaan yang mereka dapatkan.

2.      Hukum.  Faktor ini yang menjadi kunci permainan yang dapat diotak atik, adanya pembentukan dan pengesahan undang-undang yang tumpang tindih, tidak adil, dan cacat membuat proses korupsi dapat berjalan dengan mulus.  Selanjutnya lemahnya para penegak hukum yang seharusnya lebih berperan dan sigap terhadap segala pelanggaran hukum yang terjadi.   Sehingga sarana hukum yang ada adalah ladang untuk bisa terus melanggengkan kegiatan korupsi ini.  Bahkan mereka yang menjadi penegak hukum pada institusi negara tertinggi seperti Mahkamah Konstitusi menjadi sarang terjadinya pemulusan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme.  Hal ini sedang terjadi diproses demokrasi kita dalam pemilihan calon presiden tahun 2024-2029.  Sungguh miris apa yang terjadi di tingkat pejabat hukum tertinggi Negara, bagaimana dengan pejabat dan penegak hukum dibawahnya?, apakah meniru atasnya? Atau menolaknya? Atau diam saja, yang penting ditanggal gajian uang yang didapat lancer, kalau bisa naik.  Inilah hukum yang menjadi faktor kedua yang mempermudah para koruptor bisa melaksanakan kegiatan busuknya.  Dengan mempermainkan hukum dan aparat penegak hukum yang ada, kegiatan ini bisa terus membuat para koruptor makin nyaman dengan kegiatanya, karena kekuatan yang bisa melemahkan dan menjatuhkan para koruptor sudah tumbang dan mudah untuk dimanipulasi.  Semoga hukum yang suci dan adil itu bisa kembali tegak berdiri dan terlaksana di “negeri para bedabah”.

3.      Ekonomi.  Pendapatan yang didapat terlalu kecil untuk bisa memenuhi kebutuhan.  Karena ekonomi adalah mata pisau yang bisa membunuh siapa saja.  Baik mereka yang sangat butuh karena untuk memnuhi kebutuhan hidup dan keseharian terlebih untuk memnuhi gaya hidup yang tidak pernah habis.  Ekonomi rendah menjadi faktor pemicu karena segala bentuk roda kehidupan di segmen ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan setiap orang.  Faktor ini bisa memicu tindakan criminal yang paling keji yakni pembunuhan.  Ekonimi perlu dibangun dan disejahterakan sesuai dengan porsi masing-masing individu manusia yaitu dalam ekonomi ada faktor sama-sama merasakan.  Sebagaimana yang disampaikan oleh Almarhum Kyai Hasyim Muzadi dalam Tasyakuran 80 tahun pondok modern gontor beliau menceritakan bahwa “ berbeda antara rezeki yang didapatkan oleh tukang tambal ban dengan rezeki pemilik pabrik ban, tapi semuanya sama-sama merasakan”.  Semuanya memiliki porsi yang sama dalam memperoleh pendapatan, dengan adanya keseimbangan antara mereka yang miskin dan kaya, roda perputaran ekonomi akan berjalan dengan baik.  Terlebih bagi yang bergama islam bahwa adanya infaq, shodaqoh, zakat dan wakaf adalah faktor utama kegiatan ekonomi itu berjalan dengan teratur.  Maka dari itu ekonomi adalah faktor eksternal ketiga dari pada koruptor yang memicu mereka melakukan tindakan korupsi.

4.      Organisasi.  Menarik untuk dibahas karena organisasi yang dimaksudkan adalah organiasi dalam arti luas yakni bukan dalam hal organisasi yang terjadi dalam sebuah kelembagaan namun sistem dalam organiasi yang terjadi dimasyarakat,   dalam sudut pandang organiasasi dapat terjadi tindakan korupsi karena beberapa hal yaitu:

a.       Tidak adanaya pemimpin yang menjadi teladan.  Pemimpin dalam sebuah organisasi bukan hanya sebagai nahkoda berjalanya sebuah organisasi, namun lebih dari itu seorang pemimpin dalam organisasi dapat tersu istiqomah memberikan contoh baik dalam berbicara, bertindak, memutuskan tindakan, sikap dan prilaku yang dapat dilihat dan dirasakan semua orang yang sedang dipimpinya.

b.      Tidak adanya kultur organiasi yang benar.  Kultur atau budaya organisasi itu perlu direncakan, dibuat dan dilaksanakan, sehingga apa yang menjadi visi, misi yang akan dicapai akan sejalan dan konsisten dengan apa yang sudah menjadi landasan budaya yang menaungi organisasi tersebut.  Sebagai contoh dalam sebuah organiasi diperlukan sikap dan prilaku bertemu dengan semua anggota organiasi untuk selalu memberikan senyum, salam dan sapa setiap berjumpa dengan siapapun didalam dan diluar organisasi.  Hal ini jika terus dibiasakan akan menimbulkan efek yang luar biasa dalam diri setiap anggota organisasi.  Jika kultur budaya berorganiasi sudah tidak pernah direncanakan, dibuat dan dilaksanakan, maka tindakan-tindakan buruk akan mulai timbul dan parahnya sampai pada tindakan korupsi.  Dapat dimumpamakan oleh penulis semisal dalam organisasi harus ada budaya LPJ (Laporan pertanggung jawaban), maka setiap orang akan memiliki kewajiban untuk memberikan informasi pertanggung jawaban atas apa yang sudah mereka rencanakan, dibuat dan dilaksankan dengan memberikan semua informasi itu secara transparan, terbuka dan siap menerima saran dan kritik untuk sebuah sistem berorganiasi yang baik.

c.       Sistem akuntabilitas yang kurang memadai.  Hal ini menjadi faktor berikutnya dalam sebuah organisasi, selain rencana kegiatan yang tidak tersusun dengan baik, sistem akuntabilitasnya juga “semrawut”.  Semua bentuk laporan keuangan baik yang masuk dan keluar harus terus dilaporkan dan dipertanggung jawabkan oleh mereka yang memegang amanat tersebut.  Jika sistem yang dibuat tidak jelas, maka tindakan korupsi bisa mudah untuk dijalankan.

d.      Manajemen meutupi korupsi didalam organisasi.  Hal ini berkaitan dengan kepemimpinan seseoran dalam organisasi tersebut.  Bagi mereka yang memiliki kuasa dalam organiasi sering metupi kecurangan dalam hal apapun termasuk korupsi waktu dan uang.  Maka dapat dipastikan organisasi yang ada akan berjalan dengan “sak penake dewe”,  atau semaunya sendiri.  Asalkan sudah tertutupi korupsi yang dilakuan maka kagiatan korupsi berikutnya bisa dilaksanakan.  Maka keterbukaan manajemen atau atasan dalam organiasasi dalam bentuk apapun haru terus digulirkan.

e.       Lemahnya pengawasan.  Hal ini termasuk dalam sebuah proses utama yang ada dalam suatu organisasi karena setiap kegiatan yang dilakuakn tanpa ada pengawasam kontrol, dan evaluasi akan berjalan tanpa ada pendampingan dan aturan tetap yang sudah berlaku.  Sehingga semua orang dapat melakukan apa saja sesuai dengan kemauan hatinya.  Jika mau mengerjakan ya dikerjakan, jika tidak ya ditinggalkan.  Bahkan mereka tidak akan memiliki daya dan usaha untuk membuat dan menghasilkan sebuah karya yang bagus dari apa yang sudah diamanahkan.  Sehingga pengawasan yang baik akan meminimalisir seseorang untuk melakukan tindakan korupsi.

5.      Sejarah.  Mengapa faktor ini menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi seseorang melakukan korupsi?, karena Negara ini sudah kenyang dengan melihat, merasakan dan menikmati proses korupsi yang sudah terjadi dahulu kala sebagaimana dari jurnal yang penulis temukan bahwa proses korupsi ini sudah melewati berbagai zaman dan waktu, sehingga bekas-bekas korupsi it uterus tumbuh hingga sekarang, kiranya memang sejarah buruk ini harus dihapus dan segera mungkin diperbaiki.  Sejaran korupsi terseut dimulai dari zaman kerajaan, penjajah belanda degan adanya VOC, orde lama orde baru, dan pada masa reformasi.  Sejarah ini tidak bisa lepas dari perjalanan bangsa kita.  Adanya tindakan korupsi yang dilakukan disetiap zaman tersebut akhirnya beranak pinak hingga sekarang ini dengan cara yang lebih modern dan terstruktur.  Bahkan korupsi dapat dilakukan dizaman ini tanpa perlu mendatangi dan menandatangani surat dan berkas yang berada di kantor.  Cukup dari rumah dan tempat mereka berada, kegiatan korupsi dapat dilaksanakan dengan menggunakan smartphone , teknologinya yang pintar tapi bodoh dan bobrok manusianya.  Padahal teknologi tersebut diciptakan manusia, namun manusia yang menjadi faktor kejahatan utama dalam pemanfaatan teknologi tersebut. [1]

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa 2 faktor utama yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi itu menjalankan kegiatan korupsi.  Selanjutnya bagaimana dengan korupsi yang terjadi diranah pendidikan?, jawabanya adalah kedua faktor tersebut menjadi dasar awal pelakunya melakukan tindakan tersebut.  Dalam penjabaran selanjutnya penulis ingin memberikan gambaran mengenai pendidikan secara singkat dan juga apa yang menjadi penyebab PPDB dilingkungna sekolah di SMAN negeri di banten ini menjadi hal yang memilukan.

Hal dasar yaitu pendidikan, pendidikan dalam banyak jurnal, artikel, dan karya ilmiah sudah banak disunggung mengenai makna, arti dan fungsi dari pendidikan itu sendiri, disini penulis sedikit mengulangi dari apa yang sudah banyak pembaca dapatkan mengenai makna esensi pendidikan itu sendiri.  Menurut hemat penulis pendidikan adalah suatu proses pembentukan terhadap sesuatu yang dalam hal ini adalah manusia yang dimulai dari segala yang dasar yang dilakukan secara bertahap hingga sampai pada titik kesempurnaan.   Maka dari itu pembentukan terhadap sesuatu pada diri manusia itu dapat berupa pembentukan pendidikan secara karakter, keilmuan, wawasan, kecapakan, hubungan sosial, mental, norma, dan lain sebagainya yang bertujuan untuk terus megembangkan semua komponen tersebut dari proses sederhana yang diallaui secara bertahap dan terus menerus hingga sampai pada titik kesempurnaan.  Pendidikan bukanlah sebuah proses yang singkat dan mudah, namun butuh waktu dan perjuangan didalamnya dengan berbagai macam halangan dan cobaan yang ssilih berganti selalu mengikuti dalam proses pendidikan.  Mudah saja untuk mendapatkan inforrmasi atau sekedar pengetahuan karena sudah ada “mbah google”, “chat gbt”  dan lain sebagainya yang sudah lebih canggih, mudah dan secara cepat memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan. Hal tersebut sama saja dengan belajar.  Belajar untuk mendapatkan apa yang belum diketahui menjadi tau, namun untuk mendalami apa yang diinginkan dan diapat butuh pendidikan, butuh tahapan yang secara konsisten membentuk pola pikir, pola hati, pola rasa dan lain sebagainya sehingga saat pendidikan itu tertanam dan setelah mendapatkan ilmu, pengetahuan, wawasan, informasi dan lain sebagainya akan digunakan untuk sesuatu yang baik dan tidak akan merugikan diri sendiri dan orang lain. 

Berapa banyak orang yang melakukan koruptor memilii pengetahuan dan ilmu yang luas dengan gelar yang mentereng di belakang nama mereka, namun itu semua mereka gunakan utuk menipu, memanipulasi dan mempermudah untuk melakukan kejahatan dan kekejian dalam hal korupsi yang pasti merugikan dirinya sendiri dan orang lain.    

Pendidikan disekolah harus dijalankan dan bukan hanya berfokus pada pengajaran saja.  Unsur-unsur yang luhur dalam mengajar perlu ditingkatkan mulai dari adab seorang guru kepada murid dan sebaliknya, kejujuran guru dalam memberikan informasi, kepatuhan seorang murid terhdap gurunya, dan semua hal yang menjadi dasar nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dalam sebuah proses pendidikan.  Karena pendidikan pasti didalamnya ada unsur pengajaran namun dalam sebuah pengajaran belum tentu mendidik.  Dua hal yang penting dan harus disatukan dan dijalankan bersamaan, agar apa yang menjadi goal dari tujuan kita bersekolah dapat tercapai untuk dapat meningkatkan diri seorang yang sedang belajar menjadi pribadi yang baik dan benar.

Sekolah adalah tempat untuk mendapatkan keduanya, namun sekolah hanyalah sarana karena sekolah hanya sebuah bentuk bangunan yang terdiri dari ruang-ruang yang didalamnya ada manusia yang sedang melakukan proses pendidikan dan pengajaran. Namun arti sekolah secara lebih mendalam dapat dikatakan sebagai sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang ingin mencari ilmu dan mengajarkan ilmu agar mendapatkan pengetahuan mengenai esensi mereka untuk hidup dengan tujuan yang mulia.  Dalam islam kita lebih mengenal bahwasanya segala macam ilmu bertujuan untuk lebih mengenal Allah.

Sekolah yang kita ketahui bersama adalah sebuah lembaga yang memiliki banguanan dan juga sistem pembelajaran yagn dilakukan di tempat tersebut yang terdiri dari kepala sekolah, guru, murid, dan karyawan yang memiliki tugas serta tangung jawab yagn berbeda-bedan untuk menciptakan sebuah lingkungan pembelajaran yagn baik.  Sekolah lebi bersifat formal dengan aspek-aspek yang mengikat didalamnya.

Sekolah juga memiliki jenjang tahaan untuk menempuh progam pendidikan dan pengajaran sesuai dengan tingkatan usia dan kemampuan yang ada dalam setiap individu.  Namun di Indonesia hal tersebut belum sepenuhny aterlaksana dikarenakan beban yang diberikan sdauh dimulai sejak dibangku sekolah dasa, bahkan ironisnya pra sekolah atau taman bermain sudah memberikan aneka tugas yagn memberatkan siswanya.  Padahal pada masa usia anak-anak dari 0-8 tahun adalah masa mereka untuk bermain.  Karena jika kta melihat dari apa yang dilakukan pemerintah kepang misalkan, mereka membuat sebuah peraturan yang jelas dan terperinci bahwa mereka dari kelas 1-3 adlaah masa dimana mereka diajarkan untuk selalu bertata krama dan belum dimulai sebuah proses pembelajaran.   Bisa dikatakan pemerintah jeang sudah menyeseuaikan tigkatan apa yang pantas untuk diberikan disekolah sesuai dengan tingkat perkembangan otak dan daya imajinasi setiap siswanya.  Jika di Indonesia semua itu masih jauh dari terlaksana karena setiap guru memiliki beban administrasi yang harus diselesaikan agar uang bulanan mereka cair. 

Pada sekolah formal tersebut jenjang yang ada dimulai dari TK, SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi.  Dalam kasus ini kursi panas terjadinya korupsi ini ditingkatan SMA, atau sekolah menengah atas yang usianya antara 16-18 tahun. Pertanyaan mendasar adalah mengepa bisa terjadi korupsi saat PPDB (penerimaan peserta didik baru)?, padahal jelas sekolah negeri gratis dan tanpa ada biaya. Hal ini yang menjadikan apa sebenarnya motif yang terjadi dibelakang layar tersebut.  Apa yang didapat jika bersekolah di SMAN di daerah banten tersebut?, apa banefitnya sehingga harus ada kursi panas yang harus dikual?.  Mungkin ada beberapa landasan kursi panas di bangku SMA dijual untuk mendapatkan keuntungan bagi beberapa pihak. 

Dapat diterangkan sebagai berikut:

1.      Fasilitas sekolah. Sudah menjadi hal lumrah jika sekolah memilik aneka macam fasilitas yang lengkap dan mendukung sarana pembelajaran. Karena pemerintah melali BOS menjadikan semua hal yang dibutuhkan dalam pembelajaran dapat terpenuhi.  Seperti adanya ruangan ber ac, ruang komputer, laboraturium, perpustakaan, bangku dan meja yang nyaman, kondisi kelas yang nyaman, faslitas praktkum yang lengkap, wifi dengan internet yang cepat dan lain sebagainya yang semua adalah dari segi fasilitas pendukung terhadap proses pembelajaran, namun apakah ini yang menjad pemicu untuk melakukan tindakan korupsi ?.

2.      Gengsi.  Satu hal yang menjadi keiginan setiap individu adalah dianggap orang kaya, berada, pintar, tampan, memiliki jabatan dan lain sebagainya dimana mereka dengan memamerkan segala keunggulan dan kelebihanya menginfokan kepada orang lain agar dianggap orang penting,, mempunyai pengaruh, bermartabat dan berwibawa dengan menginformasikan capaian yang sudah mereka raih.  Dalam konteks menacari gengsi di lingkungan sekolah ada unsur-unsur yang dipenuhi dari keterangan tersebut sehingga timbulah jual beli kursi panas di sekolah.  Proses penerimaan siswa baru untuk dapat masuk ke sekolah favorit dan elit perlu melewati prosedur yang panjang, sehingga banyak yang ingin mendapatkanya dengan cara yang lebih mudah, cepat dan efisien.  Hal ini membuka pintu korupsi terjadi di lingkungan sekolah yang mempunyai reputasi tinggi di masyarakat.  Dari sini dapat disimpulkan bahwa faktor gengsi menurut hemat penulis adalah salah satu indikator utama terjadinya kasus korrupsi di lingkungan sekolah.  Gaya hidup dan pujian dari orang lalin karena anak atau kerabat yang belajar disekolah tersebut, menambah wibawa bagi mereka yang memang menginginkan kemudahan akses agar dapat masuk sekolah tersebut tanpa melalui proses ujian, seleksi dan proses penerimaan  yang begitu panjang.  Apakah ini yang menjadi landasan oknum sekolah menjual kursi?, jawabanya sangat mungkin, karena faktor gaya hidup dan ingin dipandang orang atau dalam bahasa lain “sombong melintir” , maka tindakan korupsi di lingkungan sekolah dapat terjadi.

Uraian tersebut dapat menggambarkan sekelumit proses korupsi terjadi di lingkungan sekolah.  Dari beberapa uraian yang ditulis, bisa kita lihat bahwa komponen korupsi yang memang menjadi ciri orang-orang yang tamak akan harta, tahta, jabatan, dan kekuasaan akan membuat tindakan korupsi akan terus ada.  Pertanyaanya bagaimana menghapus korupsi?, mungkin jawabanya butuh waktu yang panjang dan sistem yang kuat.  Maka dari itu perlunya pencegahan terhadap tindakan korupsi yang terjadi di lingkungan sekolah perlu dibuat tembok dan pagar pembatas yang kokok sehingga proses keberlangsungan korupsi bisa diminimalisir bahkan dihilangkan.

Ada beberapa uraian yang penulis ingin sampaikan sebagai berikut:

1.      Keterbukaan.  Semua pihak yang ada dilingkungan sekolah wajib terbuka terhadap apa saja yang menjadi prasyarat seorang anak yang mau sekolah bisa maasuk dan mengikuti proses belajar di sekolahan tersebut.  Keterbukaan perihal keungan, sistem penerimaan, prsoses ujian, hingga syarat kemampuan dasar anak untuk bisa masuk sekolah tersebut.  Maka jika ada anak yang tidak dapat melewati pagar pembatasan yang sudah ditentukan tersebut, seorang anak dari golongan apapun tidak dapat masuk dan diterima disekolah tersebut.  Bahayanya jika anak tersebut dipaksakan masuk ke sekolah yang memang mengedepan intergritas, intelektualitas dan kemandirian misalkan, maka anak yang tidak memiliki kemampuan dan kriteria tersebut akan sangat sulit beradaptasi dengan suasan belajar di sekolah tersebut.  Dalam hal ini anak akan menjadi ”parasi “ di lingkungan sekolah.

2.      Memutus celah. Adanya kursi panas yang diperjual belikan dikarenakan ada oknum yang ingin cepat kaya dengan memanfaatkan amanah yang diemban dan juga ada oknum orang tua yang ingin anaknya bersekolah di lingkungan sekolah unggulan dengan cara cepat dan mudah.  Terjadinya korupsi karena oknum yang ingin korupsi akan mengerucut pada penjabaran faktor korupsi di awal penjelasan yang penulis sampaikan, yakni sebuah cara yang ingin dilakukakn untuk memerpakaya diri sendiri.  Ketika ingin memperkaya diri sendiri untuk memiliki gaya hidup yang “hedon”, maka akan digunakan berbagai macam cara agar kebutuhan gaya hidup terpenuhi.  Adanya pembatasan terhadap celah korupsi di lingkungan sekolah harus disusun sedemikian rupa, misalkan dengan membuat gerbang satu pintu penerimaan, tidak ada pihak kedua dan ketiga dalam menerima calon murid, selanjutnya pengawasan terhadap panitia penerimaan dengan melihat data-data yang diambil, bisa dengan mengambil sample murid yang ingin bersekolah atau dengan mengawasi secara langsung proses penerimaan, dan terkait.

 


No comments:

Post a Comment

Menjawab 10 pertanyaan

  Oleh: Idham Okalaksana Putra               Ada beberapa pertanyaan dari seroang teman yang menceritakan pengalamanya berbincang deng...