Sudah menjadi hal yang biasa dikalangan politisi
Indonesia kegiatan korupsi menjangkit semua lini. Baru-baru ini korupsi terpopuler menyentuh
angka 271 T, korupsi terbesar dan terparah sepanjang sejarah korupsi di
Indonesia. Hal yang aneh terjadi adalah
sebuah pertanyaan yaitu angka 271 T ini adalah akumulatif dari total kerugian
Negara dan proses korupsinya terjadi di tahun 2015, 9 tahun berlalu, Mengapa waktu
rugi 1 T tidak ketahuan?, Apa yang dilakukan aparat?, sampai harus nunggu 9
tahun, bau busuk itu mulai tercium.
Ya, ini adalah korupsi terbesar sepanjang sejarah
Indonesia dan terjadi di sektor pertambangan yang memang menjadi lahan “basah”
untuk cepat kaya. Apa maksudnya?, ya lahan yang bisa digarap dengan merusak
ekositem, ekologi dan perusakan lingkungan lainya yang terjadi dengan
mendapatkan kekayaan bumi yang dikeruk, dan hasilnya dibuat untuk kepentingan
pribadi. Memang benar kalau koruptor itu
tidak hanya memakan nasi, daging dan roti tapi juga makan timah, batu bara dan
aspal. Semua yang diberikan Allah untuk
negeri Indonesia untuk kesejahteraan semua orang yang tinggal dan menetap
dinegeri ini dirampok oleh secuil orang-orang biadab. Lebih pantas dikatakan
hewan bukan manusia, karena hewan seperti sapi dari dulu hingga sekarang tetap
istiqomah makan rumput, nah kalau koruptor makananya gak pernah cukup, sampai
harus makan “timah”. Mengapa gak
langsung makan timahnya aja, wahai para koruptor?. (Sudah sangat geram).
Ya itu dia gambaran korupsi yang ada di Indonesia
dengan semua hal yang sangat menggelitik dan hanya bisa ditonton di belakang
layar HP. Dari berbagai hal terjadi
mengenai korupsi yang sudah silih berganti, dengan berbagai macam kejadian yang
ada didalamnya penulis mengira kasus ini hanya terjadi disektor pertambangan
dan kalangan pejabat aparatur negara saja, namun pernyataan dibantahkan dengan
psotingan di akun facebook penulis buku “Negeri para bedebah”. Dalam postinganya, dia mengutip berita dari
Kompas.com mengenai Kementrian pendidikan yang mengetahui bahwa ada jual-beli
kursi di PPDB disalah satu SMAN di daerah banten. Korupsi sudah sampai gaungnya dikancah
pendidikan. Pertanyaanya Apa tugasmu
Kemendikbud? Sudah tau ada korupsi, What you do?. Sungguh miris
mendengarnya bahwa kementrian yang memiliki tugas dan amanat besar untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa didalamnya ada “anak kesayangan” yang
melakukan korupsi, ayo segera ditindak dong seperti dulu yang dilakukan Bapak Anies
Baswedan, apa kalian semua takut dicopot jabatanya?. Ini perihal pendidikan
mengapa kalian hanya mengakui kalau didalam urusan PPDB sekolah ada tindakan
korupsi, mengapa tidak langsung
diberantas saja, eksekusi dengan kolaborasi pihak terkait untuk menuntaskan hal
tersebut?. (Geram….hmmmmm)
Pendidikan
adalah asas dan pondasi pertama manusia untuk mendapatkan pengajaran dan
pendidikan yang baik untuk mengetahui baik dan buruk mengenai pengetahuan apa
yang didapatkan untuk bisa bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang
unggul, baik,cakap, dan ahli dalam suatu bidang. Namun hal ini dirobek dengan proses awal
untuk memulai belajar dengan adanya kasus korupsi jual-beli PPDB.
Tak hanya kursi panas yang ada di gedung di DPR
saja yang sudah lama diperebutkan, sekarang sudah mulai masuk keranah sekolah,
dan sekolahnya notabenya adalah negeri.
Apakah ini cikal bakal murid yang menjadi koruptor?, untuk belajar saja
harus melalaui proses korupsi, bisa jadi setelah mereka lulus hasrat untuk
menjadi koruptor kian tinggi karena sudah “terlatih” dibangku sekolah.
Sebelum lebih jauh membahas mengenai korupsi yang
sedang “ngetren” ini mari kita bahas dulu mengapa korupsi itu
terjadi. Dari jurnal yang dilakukan oleh
Ervanda dan kawan-kawan tahun 2020 dalam jurnal Ilmu hukum humaniora dan politk
menyebutkan bahwa landasan seseorang melakukan korupsi adalah dari berbagai
factor yang terdiri dari factor internal, dan
eksternal, dari sini dapat digambarkan bahawa ada beberapa factor yang
menjadi pemicu terjadinya korupsi. Dari
faktor tersebut dapat dijabarkan bahwa pengruh dari dalam diri manusia yang
melakukan korupsi dan juga dari luar dirinya sangat berpengaruh terhadap
kelakuan yang akan mereka lakukan. Mereka yang akan melakuakn korusp akan
didorong oleh kedua faktor ini, urainya sebagai berikut:
1. Faktor
internal: foktor internal ini timbul dari dalam diri pelaku korupsi dikarenan
adanya beberapa hal yang menjangkit dan menjadi penyakit jiwa dalam
dirinya. Hal itu adalah
a. Sifat
tamak yang timbul dari dalam diri seseorang yang berbuat korupsi untuk
memperkaya diri sendiri, karena merasa apa yang sudah didapat masih kurang.
b. Gaya
hidup yang berlebihan dalam hal ini dijelaskan bahwa prilakunya adalah
konsumtif, gaya hidup yang berlebihan dan terus berulang, padahal yang
diperlukan setiap orang adalah kebutuhan untuk hidup bukan gaya hidup. Karena untuk bisa hidup dengan makan nasi
satu piring saja semua orang bisa hidup atau hanya dengan seteguk air. Namun jika gaya hidup yang diambil dan sudah
menjadi hal dalam ranah ini adalah konsumtif layaknya kebutuhan untuk hidup ini
sudah sangat mengkhwatirkan, dikarenakan apa yang dikeluarkan untuk memenuhi
gaya hidup tidak sebanding dengan pendapatan yang dihasilkan, sehingga ketika
celah untuk mendapatkan pendapatan tambahan untuk memenuhi gaya hidup, pelaku
koruptor dengan sigap, terstruktur, dan terencana melakukan aksinya dengan
menghalalkan berbagai macam cara.
c. Moral
yang sudah bobrok atau dalam bahasa agama adalah Akhlak tercela yang sudah
mendarah daging dan tidak bisa keluar dari dalam diri. Moral atau akhlak ini sangat berpengaruh
karena jika seseorang memilikinya pasti akan timbul rasa malu, khawatir, cemas
dan takut untuk melakukan korupsi. Namun
ketika sinyal itu sudah tidak lagi dihiraukan dan terus dilaksanakan maka moral
baik itu akan hancur dan sirna dan berubah menjadi sebuah tindakan yang dengan
mudahnya untuk melakukan korupsi. Jika
moral sudah baik dan kuat maka gangguan yang ditimbulkan untuk menghasut
melakukan korupsi baik yang berasal dari godaan atasan kerja, teman sekantor,
dan pihak lain yang memberikan ruang untuk melakukan korupsi akan segera
dibantah dan ditinggalkan, namun karena lemahnya moral pelaku korupsi akan
tetap melakukan tindakan criminal terebut.
Dari penjelasan faktor internal ini kita semua
yang membaca tulisan ini sudah memahami akan alur awal yang terjadi dalam diri
pelaku korupsi yang ingin melanggengkan kegiatan korupsinya. Kemungkinan akan muncul berbagai pendapat
yang berbeda dari faktor-faktor yang disebutkan oleh penulis. Bisa jadi para pembaca yang budiman memiliki
tambahan pengetahuan mengenai faktor internal yang memicu korupsi, dan
harapanya tulisan-tulisan itu bisa mulai pembaca buat agar pengetahuan kita
makin bertambah. Namun dalam hal ini 3
poin dasar yang sudah penulis uraikan melalui riset dari jurnal tersebut dapat
kiranya membantu mengetahui dasar awal seorang koruptor melakuakan perbuatan
kriminal ini.
Selanjutnya faktor eksternal yang menjadi pemicu
berkelanjutan para koruptor melakukan aksinya, faktor ini adalah semua yang
menjadi pemantik untuk melakukan tindakan korupsi diluar dari diri koruptor
yaitu:
1. Politik. Politik adalah sebuah cara untuk membuat
sebuah kebijakan dan pelaksanaan sebuah kegiatan bernegara untuk menjadi lebih
baik dan bermanfaat untuk kesejahteraan semua orang. Politik ini kaitanya dengan kekuasaan. Karena dengan berkuasa secara politik seorang
kurupor bisa memanipulasi apa saja yang bisa dilanggar menjadi sebuah tindakan
normal dan wajar, padahal semua tindakanya adalah kejahatan. Karena akan membahayakan bagi setiap orang
yang menerima kebijakan dari proses berpolitik yang salah tersebut dan juga
akan berdampak pada lingkungan, ekonomi, budaya, dan tata negara yang “semrawut”.
Dari poin ini jelas bahwa politik akan berdampingan dengan kekuatan
kekuasaan. Mereka yang menjadi politisi akan sekuat tenaga untuk mempertahakan
kekuasaan yang mereka dapatkan.
2. Hukum. Faktor ini yang menjadi kunci permainan yang
dapat diotak atik, adanya pembentukan dan pengesahan undang-undang yang tumpang
tindih, tidak adil, dan cacat membuat proses korupsi dapat berjalan dengan
mulus. Selanjutnya lemahnya para penegak
hukum yang seharusnya lebih berperan dan sigap terhadap segala pelanggaran
hukum yang terjadi. Sehingga sarana
hukum yang ada adalah ladang untuk bisa terus melanggengkan kegiatan korupsi
ini. Bahkan mereka yang menjadi penegak
hukum pada institusi negara tertinggi seperti Mahkamah Konstitusi menjadi
sarang terjadinya pemulusan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal ini sedang terjadi diproses demokrasi
kita dalam pemilihan calon presiden tahun 2024-2029. Sungguh miris apa yang terjadi di tingkat
pejabat hukum tertinggi Negara, bagaimana dengan pejabat dan penegak hukum
dibawahnya?, apakah meniru atasnya? Atau menolaknya? Atau diam saja, yang
penting ditanggal gajian uang yang didapat lancer, kalau bisa naik. Inilah hukum yang menjadi faktor kedua yang
mempermudah para koruptor bisa melaksanakan kegiatan busuknya. Dengan mempermainkan hukum dan aparat penegak
hukum yang ada, kegiatan ini bisa terus membuat para koruptor makin nyaman
dengan kegiatanya, karena kekuatan yang bisa melemahkan dan menjatuhkan para
koruptor sudah tumbang dan mudah untuk dimanipulasi. Semoga hukum yang suci dan adil itu bisa
kembali tegak berdiri dan terlaksana di “negeri para bedabah”.
3. Ekonomi. Pendapatan yang didapat terlalu kecil untuk
bisa memenuhi kebutuhan. Karena ekonomi
adalah mata pisau yang bisa membunuh siapa saja. Baik mereka yang sangat butuh karena untuk
memnuhi kebutuhan hidup dan keseharian terlebih untuk memnuhi gaya hidup yang
tidak pernah habis. Ekonomi rendah
menjadi faktor pemicu karena segala bentuk roda kehidupan di segmen ini sangat
berpengaruh terhadap kehidupan setiap orang.
Faktor ini bisa memicu tindakan criminal yang paling keji yakni
pembunuhan. Ekonimi perlu dibangun dan
disejahterakan sesuai dengan porsi masing-masing individu manusia yaitu dalam
ekonomi ada faktor sama-sama merasakan.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Almarhum Kyai Hasyim Muzadi dalam
Tasyakuran 80 tahun pondok modern gontor beliau menceritakan bahwa “ berbeda
antara rezeki yang didapatkan oleh tukang tambal ban dengan rezeki pemilik
pabrik ban, tapi semuanya sama-sama merasakan”.
Semuanya memiliki porsi yang sama dalam memperoleh pendapatan, dengan
adanya keseimbangan antara mereka yang miskin dan kaya, roda perputaran ekonomi
akan berjalan dengan baik. Terlebih bagi
yang bergama islam bahwa adanya infaq, shodaqoh, zakat dan wakaf adalah faktor
utama kegiatan ekonomi itu berjalan dengan teratur. Maka dari itu ekonomi adalah faktor eksternal
ketiga dari pada koruptor yang memicu mereka melakukan tindakan korupsi.
4. Organisasi. Menarik untuk dibahas karena organisasi yang
dimaksudkan adalah organiasi dalam arti luas yakni bukan dalam hal organisasi
yang terjadi dalam sebuah kelembagaan namun sistem dalam organiasi yang terjadi
dimasyarakat, dalam sudut pandang
organiasasi dapat terjadi tindakan korupsi karena beberapa hal yaitu:
a. Tidak
adanaya pemimpin yang menjadi teladan.
Pemimpin dalam sebuah organisasi bukan hanya sebagai nahkoda berjalanya
sebuah organisasi, namun lebih dari itu seorang pemimpin dalam organisasi dapat
tersu istiqomah memberikan contoh baik dalam berbicara, bertindak, memutuskan
tindakan, sikap dan prilaku yang dapat dilihat dan dirasakan semua orang yang
sedang dipimpinya.
b. Tidak
adanya kultur organiasi yang benar.
Kultur atau budaya organisasi itu perlu direncakan, dibuat dan
dilaksanakan, sehingga apa yang menjadi visi, misi yang akan dicapai akan
sejalan dan konsisten dengan apa yang sudah menjadi landasan budaya yang
menaungi organisasi tersebut. Sebagai
contoh dalam sebuah organiasi diperlukan sikap dan prilaku bertemu dengan semua
anggota organiasi untuk selalu memberikan senyum, salam dan sapa setiap
berjumpa dengan siapapun didalam dan diluar organisasi. Hal ini jika terus dibiasakan akan
menimbulkan efek yang luar biasa dalam diri setiap anggota organisasi. Jika kultur budaya berorganiasi sudah tidak
pernah direncanakan, dibuat dan dilaksanakan, maka tindakan-tindakan buruk akan
mulai timbul dan parahnya sampai pada tindakan korupsi. Dapat dimumpamakan oleh penulis semisal dalam
organisasi harus ada budaya LPJ (Laporan pertanggung jawaban), maka setiap
orang akan memiliki kewajiban untuk memberikan informasi pertanggung jawaban
atas apa yang sudah mereka rencanakan, dibuat dan dilaksankan dengan memberikan
semua informasi itu secara transparan, terbuka dan siap menerima saran dan
kritik untuk sebuah sistem berorganiasi yang baik.
c. Sistem
akuntabilitas yang kurang memadai. Hal
ini menjadi faktor berikutnya dalam sebuah organisasi, selain rencana kegiatan
yang tidak tersusun dengan baik, sistem akuntabilitasnya juga “semrawut”. Semua bentuk laporan keuangan baik yang masuk
dan keluar harus terus dilaporkan dan dipertanggung jawabkan oleh mereka yang
memegang amanat tersebut. Jika sistem
yang dibuat tidak jelas, maka tindakan korupsi bisa mudah untuk dijalankan.
d. Manajemen
meutupi korupsi didalam organisasi. Hal
ini berkaitan dengan kepemimpinan seseoran dalam organisasi tersebut. Bagi mereka yang memiliki kuasa dalam
organiasi sering metupi kecurangan dalam hal apapun termasuk korupsi waktu dan
uang. Maka dapat dipastikan organisasi
yang ada akan berjalan dengan “sak penake dewe”, atau semaunya sendiri. Asalkan sudah tertutupi korupsi yang dilakuan
maka kagiatan korupsi berikutnya bisa dilaksanakan. Maka keterbukaan manajemen atau atasan dalam
organiasasi dalam bentuk apapun haru terus digulirkan.
e. Lemahnya
pengawasan. Hal ini termasuk dalam
sebuah proses utama yang ada dalam suatu organisasi karena setiap kegiatan yang
dilakuakn tanpa ada pengawasam kontrol, dan evaluasi akan berjalan tanpa ada
pendampingan dan aturan tetap yang sudah berlaku. Sehingga semua orang dapat melakukan apa saja
sesuai dengan kemauan hatinya. Jika mau
mengerjakan ya dikerjakan, jika tidak ya ditinggalkan. Bahkan mereka tidak akan memiliki daya dan
usaha untuk membuat dan menghasilkan sebuah karya yang bagus dari apa yang
sudah diamanahkan. Sehingga pengawasan
yang baik akan meminimalisir seseorang untuk melakukan tindakan korupsi.
5. Sejarah. Mengapa faktor ini menjadi faktor eksternal
yang mempengaruhi seseorang melakukan korupsi?, karena Negara ini sudah kenyang
dengan melihat, merasakan dan menikmati proses korupsi yang sudah terjadi
dahulu kala sebagaimana dari jurnal yang penulis temukan bahwa proses korupsi
ini sudah melewati berbagai zaman dan waktu, sehingga bekas-bekas korupsi it
uterus tumbuh hingga sekarang, kiranya memang sejarah buruk ini harus dihapus
dan segera mungkin diperbaiki. Sejaran
korupsi terseut dimulai dari zaman kerajaan, penjajah belanda degan adanya VOC,
orde lama orde baru, dan pada masa reformasi.
Sejarah ini tidak bisa lepas dari perjalanan bangsa kita. Adanya tindakan korupsi yang dilakukan
disetiap zaman tersebut akhirnya beranak pinak hingga sekarang ini dengan cara
yang lebih modern dan terstruktur.
Bahkan korupsi dapat dilakukan dizaman ini tanpa perlu mendatangi dan
menandatangani surat dan berkas yang berada di kantor. Cukup dari rumah dan tempat mereka berada,
kegiatan korupsi dapat dilaksanakan dengan menggunakan smartphone ,
teknologinya yang pintar tapi bodoh dan bobrok manusianya. Padahal teknologi tersebut diciptakan
manusia, namun manusia yang menjadi faktor kejahatan utama dalam pemanfaatan
teknologi tersebut. [1]
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa 2
faktor utama yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi itu
menjalankan kegiatan korupsi.
Selanjutnya bagaimana dengan korupsi yang terjadi diranah pendidikan?,
jawabanya adalah kedua faktor tersebut menjadi dasar awal pelakunya melakukan
tindakan tersebut. Dalam penjabaran
selanjutnya penulis ingin memberikan gambaran mengenai pendidikan secara
singkat dan juga apa yang menjadi penyebab PPDB dilingkungna sekolah di SMAN
negeri di banten ini menjadi hal yang memilukan.
Hal dasar yaitu pendidikan, pendidikan dalam
banyak jurnal, artikel, dan karya ilmiah sudah banak disunggung mengenai makna,
arti dan fungsi dari pendidikan itu sendiri, disini penulis sedikit mengulangi
dari apa yang sudah banyak pembaca dapatkan mengenai makna esensi pendidikan
itu sendiri. Menurut hemat penulis
pendidikan adalah suatu proses
pembentukan terhadap sesuatu yang dalam hal ini adalah manusia yang dimulai
dari segala yang dasar yang dilakukan secara bertahap hingga sampai pada titik
kesempurnaan. Maka dari itu pembentukan
terhadap sesuatu pada diri manusia itu dapat berupa pembentukan pendidikan
secara karakter, keilmuan, wawasan, kecapakan, hubungan sosial, mental, norma,
dan lain sebagainya yang bertujuan untuk terus megembangkan semua komponen
tersebut dari proses sederhana yang diallaui secara bertahap dan terus menerus
hingga sampai pada titik kesempurnaan.
Pendidikan bukanlah sebuah proses yang singkat dan mudah, namun butuh
waktu dan perjuangan didalamnya dengan berbagai macam halangan dan cobaan yang
ssilih berganti selalu mengikuti dalam proses pendidikan. Mudah saja untuk mendapatkan inforrmasi atau
sekedar pengetahuan karena sudah ada “mbah google”, “chat gbt” dan lain sebagainya yang sudah lebih canggih,
mudah dan secara cepat memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan. Hal
tersebut sama saja dengan belajar.
Belajar untuk mendapatkan apa yang belum diketahui menjadi tau, namun
untuk mendalami apa yang diinginkan dan diapat butuh pendidikan, butuh tahapan
yang secara konsisten membentuk pola pikir, pola hati, pola rasa dan lain
sebagainya sehingga saat pendidikan itu tertanam dan setelah mendapatkan ilmu,
pengetahuan, wawasan, informasi dan lain sebagainya akan digunakan untuk
sesuatu yang baik dan tidak akan merugikan diri sendiri dan orang lain.
Berapa banyak
orang yang melakukan koruptor memilii pengetahuan dan ilmu yang luas dengan
gelar yang mentereng di belakang nama mereka, namun itu semua mereka gunakan
utuk menipu, memanipulasi dan mempermudah untuk melakukan kejahatan dan
kekejian dalam hal korupsi yang pasti merugikan dirinya sendiri dan orang lain.
Pendidikan
disekolah harus dijalankan dan bukan hanya berfokus pada pengajaran saja. Unsur-unsur yang luhur dalam mengajar perlu
ditingkatkan mulai dari adab seorang guru kepada murid dan sebaliknya,
kejujuran guru dalam memberikan informasi, kepatuhan seorang murid terhdap
gurunya, dan semua hal yang menjadi dasar nilai-nilai yang harus dijunjung
tinggi dalam sebuah proses pendidikan.
Karena pendidikan pasti didalamnya ada unsur pengajaran namun dalam
sebuah pengajaran belum tentu mendidik.
Dua hal yang penting dan harus disatukan dan dijalankan bersamaan, agar
apa yang menjadi goal dari tujuan kita bersekolah dapat tercapai untuk dapat
meningkatkan diri seorang yang sedang belajar menjadi pribadi yang baik dan
benar.
Sekolah adalah
tempat untuk mendapatkan keduanya, namun sekolah hanyalah sarana karena sekolah
hanya sebuah bentuk bangunan yang terdiri dari ruang-ruang yang didalamnya ada
manusia yang sedang melakukan proses pendidikan dan pengajaran. Namun arti
sekolah secara lebih mendalam dapat dikatakan sebagai sebuah wadah berkumpulnya
orang-orang yang ingin mencari ilmu dan mengajarkan ilmu agar mendapatkan
pengetahuan mengenai esensi mereka untuk hidup dengan tujuan yang mulia. Dalam islam kita lebih mengenal bahwasanya
segala macam ilmu bertujuan untuk lebih mengenal Allah.
Sekolah yang
kita ketahui bersama adalah sebuah lembaga yang memiliki banguanan dan juga
sistem pembelajaran yagn dilakukan di tempat tersebut yang terdiri dari kepala
sekolah, guru, murid, dan karyawan yang memiliki tugas serta tangung jawab yagn
berbeda-bedan untuk menciptakan sebuah lingkungan pembelajaran yagn baik. Sekolah lebi bersifat formal dengan
aspek-aspek yang mengikat didalamnya.
Sekolah juga
memiliki jenjang tahaan untuk menempuh progam pendidikan dan pengajaran sesuai
dengan tingkatan usia dan kemampuan yang ada dalam setiap individu. Namun di Indonesia hal tersebut belum
sepenuhny aterlaksana dikarenakan beban yang diberikan sdauh dimulai sejak
dibangku sekolah dasa, bahkan ironisnya pra sekolah atau taman bermain sudah
memberikan aneka tugas yagn memberatkan siswanya. Padahal pada masa usia anak-anak dari 0-8
tahun adalah masa mereka untuk bermain.
Karena jika kta melihat dari apa yang dilakukan pemerintah kepang
misalkan, mereka membuat sebuah peraturan yang jelas dan terperinci bahwa
mereka dari kelas 1-3 adlaah masa dimana mereka diajarkan untuk selalu bertata
krama dan belum dimulai sebuah proses pembelajaran. Bisa dikatakan pemerintah jeang sudah
menyeseuaikan tigkatan apa yang pantas untuk diberikan disekolah sesuai dengan
tingkat perkembangan otak dan daya imajinasi setiap siswanya. Jika di Indonesia semua itu masih jauh dari
terlaksana karena setiap guru memiliki beban administrasi yang harus
diselesaikan agar uang bulanan mereka cair.
Pada sekolah
formal tersebut jenjang yang ada dimulai dari TK, SD, SMP, SMA, dan perguruan
tinggi. Dalam kasus ini kursi panas
terjadinya korupsi ini ditingkatan SMA, atau sekolah menengah atas yang usianya
antara 16-18 tahun. Pertanyaan mendasar adalah mengepa bisa terjadi korupsi
saat PPDB (penerimaan peserta didik baru)?, padahal jelas sekolah negeri gratis
dan tanpa ada biaya. Hal ini yang menjadikan apa sebenarnya motif yang terjadi
dibelakang layar tersebut. Apa yang
didapat jika bersekolah di SMAN di daerah banten tersebut?, apa banefitnya
sehingga harus ada kursi panas yang harus dikual?. Mungkin ada beberapa landasan kursi panas di
bangku SMA dijual untuk mendapatkan keuntungan bagi beberapa pihak.
Dapat
diterangkan sebagai berikut:
1.
Fasilitas sekolah. Sudah menjadi hal lumrah jika sekolah
memilik aneka macam fasilitas yang lengkap dan mendukung sarana pembelajaran.
Karena pemerintah melali BOS menjadikan semua hal yang dibutuhkan dalam
pembelajaran dapat terpenuhi. Seperti
adanya ruangan ber ac, ruang komputer, laboraturium, perpustakaan, bangku dan
meja yang nyaman, kondisi kelas yang nyaman, faslitas praktkum yang lengkap,
wifi dengan internet yang cepat dan lain sebagainya yang semua adalah dari segi
fasilitas pendukung terhadap proses pembelajaran, namun apakah ini yang menjad
pemicu untuk melakukan tindakan korupsi ?.
2.
Gengsi. Satu hal
yang menjadi keiginan setiap individu adalah dianggap orang kaya, berada,
pintar, tampan, memiliki jabatan dan lain sebagainya dimana mereka dengan
memamerkan segala keunggulan dan kelebihanya menginfokan kepada orang lain agar
dianggap orang penting,, mempunyai pengaruh, bermartabat dan berwibawa dengan
menginformasikan capaian yang sudah mereka raih. Dalam konteks menacari gengsi di lingkungan
sekolah ada unsur-unsur yang dipenuhi dari keterangan tersebut sehingga
timbulah jual beli kursi panas di sekolah.
Proses penerimaan siswa baru untuk dapat masuk ke sekolah favorit dan
elit perlu melewati prosedur yang panjang, sehingga banyak yang ingin
mendapatkanya dengan cara yang lebih mudah, cepat dan efisien. Hal ini membuka pintu korupsi terjadi di
lingkungan sekolah yang mempunyai reputasi tinggi di masyarakat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa faktor
gengsi menurut hemat penulis adalah salah satu indikator utama terjadinya kasus
korrupsi di lingkungan sekolah. Gaya
hidup dan pujian dari orang lalin karena anak atau kerabat yang belajar
disekolah tersebut, menambah wibawa bagi mereka yang memang menginginkan
kemudahan akses agar dapat masuk sekolah tersebut tanpa melalui proses ujian,
seleksi dan proses penerimaan yang
begitu panjang. Apakah ini yang menjadi
landasan oknum sekolah menjual kursi?, jawabanya sangat mungkin, karena faktor
gaya hidup dan ingin dipandang orang atau dalam bahasa lain “sombong
melintir” , maka tindakan korupsi di lingkungan sekolah dapat terjadi.
Uraian tersebut
dapat menggambarkan sekelumit proses korupsi terjadi di lingkungan
sekolah. Dari beberapa uraian yang
ditulis, bisa kita lihat bahwa komponen korupsi yang memang menjadi ciri
orang-orang yang tamak akan harta, tahta, jabatan, dan kekuasaan akan membuat
tindakan korupsi akan terus ada.
Pertanyaanya bagaimana menghapus korupsi?, mungkin jawabanya butuh waktu
yang panjang dan sistem yang kuat. Maka
dari itu perlunya pencegahan terhadap tindakan korupsi yang terjadi di
lingkungan sekolah perlu dibuat tembok dan pagar pembatas yang kokok sehingga
proses keberlangsungan korupsi bisa diminimalisir bahkan dihilangkan.
Ada beberapa
uraian yang penulis ingin sampaikan sebagai berikut:
1.
Keterbukaan. Semua
pihak yang ada dilingkungan sekolah wajib terbuka terhadap apa saja yang
menjadi prasyarat seorang anak yang mau sekolah bisa maasuk dan mengikuti
proses belajar di sekolahan tersebut.
Keterbukaan perihal keungan, sistem penerimaan, prsoses ujian, hingga
syarat kemampuan dasar anak untuk bisa masuk sekolah tersebut. Maka jika ada anak yang tidak dapat melewati
pagar pembatasan yang sudah ditentukan tersebut, seorang anak dari golongan
apapun tidak dapat masuk dan diterima disekolah tersebut. Bahayanya jika anak tersebut dipaksakan masuk
ke sekolah yang memang mengedepan intergritas, intelektualitas dan kemandirian
misalkan, maka anak yang tidak memiliki kemampuan dan kriteria tersebut akan
sangat sulit beradaptasi dengan suasan belajar di sekolah tersebut. Dalam hal ini anak akan menjadi ”parasi
“ di lingkungan sekolah.
2.
Memutus celah. Adanya kursi panas yang diperjual belikan
dikarenakan ada oknum yang ingin cepat kaya dengan memanfaatkan amanah yang
diemban dan juga ada oknum orang tua yang ingin anaknya bersekolah di
lingkungan sekolah unggulan dengan cara cepat dan mudah. Terjadinya korupsi karena oknum yang ingin
korupsi akan mengerucut pada penjabaran faktor korupsi di awal penjelasan yang
penulis sampaikan, yakni sebuah cara yang ingin dilakukakn untuk memerpakaya
diri sendiri. Ketika ingin memperkaya
diri sendiri untuk memiliki gaya hidup yang “hedon”, maka akan digunakan
berbagai macam cara agar kebutuhan gaya hidup terpenuhi. Adanya pembatasan terhadap celah korupsi di
lingkungan sekolah harus disusun sedemikian rupa, misalkan dengan membuat
gerbang satu pintu penerimaan, tidak ada pihak kedua dan ketiga dalam menerima
calon murid, selanjutnya pengawasan terhadap panitia penerimaan dengan melihat
data-data yang diambil, bisa dengan mengambil sample murid yang ingin
bersekolah atau dengan mengawasi secara langsung proses penerimaan, dan terkait.
No comments:
Post a Comment