<
script data-ad-client="ca-pub-1908995508080163" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
BAB I
PENDAHULUAN
Al Quran adalah kitab pedoman umat Islam yan
berisi oetunjuk dan tuntunan komperhensif untuk mengatur kehiduan di dunia
maupun di akhirat. Ia merupakan kitab
otentik dan unik yang redaksi, susunan kalam maupun kandungan maknanya berasal
dari wahyu. Keontetikan ini, menurut
Quraish Shihab, pakar tafsir darii Indonesia dijamin dan dipelihara oleh Allah
sendiri.[1]
Al Quran merupakan sumber acuan nilai, seta
prilaku umat Islam. Sebagai acuan
tentunya Al Quran harus dipahami terlebih dahulu, baru kemudian diamalkan. Upaya pemahaman Al Quran teersebut dapat
dilakukan berbagai cara, salah satunya dengan Munabah.
Makalah ini akan membahas tentang Munasabah
(hubungan) antara satu ayat atau surat dengan surat atau ayat yang lain. Ilmu ini lahir dari anggapan bahwa urutan
ayat-ayat dan surat itu tauqifi (tak
dapat diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul). Dari
anggapan seperti ini, para ulam bertanya-tanya mengapa ayat ini jatuh setelah
ayat itu, adakah hikmah di balik semua pertanyaan –pertanyaan itu. Pertanyaan-pertanyaan ini yang menyeabkan
lahirnya pengetahuan tentang Munasabah
Al Quran.
A. Rumusan Masalah
1. Apa
pengerian munasabah?
2. Ada
berapa macam munasabah alquran?
3. Bagaimana
cara mengetahui munasabah?
4. Apa peranan
Munasabah dalam Tafsir?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Munasabah
Munāsabah secara etimologis berarti hubungan
persesuain, sedangkan dalam bahasa Arab arti munasabah dapat dijelaskan berarti
muqarabat; saling berdekatan atau saling menyerupai, juga dapat hubungan
kekerabatan, aspek hubungan atau keterkaitan antara satu kalimat dengan kalimat
lain dalam satu ayat. Antara satu ayat dengan ayat lain dalam serangkaian
ayat-ayat Al Quran, antara satu surah dengan surah lainnya.‘Ibnul ‘Arabi
mengatakan munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat Al Quran antara yang satu
dengan lainnya sehingga seperti satu
kata yang runtut dan teratur maknanya.[2]
Sedangkan
pengertian Munāsabah menurut istilah bisa dipahami dari pendapat al-Syaikh Wali
al-Din al-Malawi sebagaimana yang dikutip oleh Nawir Yuslem, yang mengatakan
bahwa I’jaz al-Qur’an adalah uslub-nya yang tinggi dan susunannya yang indah.
Yang pertama kali perlu dicari dalam ayat-ayat Alquran adalah ayat yang menyempurnakan ayat
sebelumnya atau ayat yang berdiri sendiri (mustaqillat), yang mempunyai
hubungan dengan ayat sebelumnya. Demikian juga pada
surat-surat Al qur’an dicari hubungan suatu surat dengan surat sebelumnya.[3]
Menurut beberapa
ahli tafsir seperti Az-Zarkasyi, Manna’ Al Qaththan, Al Biqa’I berpendapat
sebagaimana dikutip oleh Rosihon Anwar, mereka menyebutkan defenisi Munasabah
secara terminologi adalah sebagai berikut :
1.
Menurut
Az-Zarkasyi :[4]
Munasabah adalah suatu hal yang dapat difahami. Tatkala dihadapkan
kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
2.
Menurut
Manna’ Al Qaththan :[5]
Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam
satu ayat atau antar ayat pada beberapa ayat,atau antar surat (didalam
Alquran).
3.
Menurut
Al Biqa’i :[6]
Mununasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan
dibalik susunan atau urutan bagian-bagian Alquran, baik ayat dengan ayat, atau
surat dengan surat.
Dari
pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Ilmu Munasabah adalah pengetahuan yang menggali
hubungan dalam alQuran. Hubungan yang dicari adalah
relevansi antara ayat de· ngan ayat clan surat dengan surat. Mengenai pandangan para ulama tentang ilmu Munasabah Al Quran, tidak
kelihatan adanya keseragarnan. Ulama yang pertama kali memfokuskan perhatiannya (memiliki akses) kepada masalah Munasabah al-Qu.ran adalah Abu Bakar
Naisaburi, seorang ulama yang mempunyai spesifikasi bidang ilmu syari'ah dan bahasa. Ia mengakui eksistensi
ilmu munasabah ini sehingga melalukan kritikkepada ulama Bagdad yang
tidak menyokong peran dan kehadiran ilmu[7]
B.
Macam-macam
Munasabah
Menurut al-Suyuti
sebagaimamana yang dikutip oleh Nawir Yuslem, sekurang-kurangnya ada tujuh
macam munasabah Alqur’an, yaitu :
1.
Munasabah antara
surat yang satu dengan surat sebelumnya;
2.
Munasabah antara
nama surat dengan tujuan turunya;
3.
Munasabah antara
satu kalimat dengan kalimat lainnya dalam satu ayat;
4.
Munasabah antara
satu ayat dengan ayat lainnya dalam satu surat;
5.
Munasabah antara
kalimat penutup ayat (fasilah) dengan kandungan ayatnya;
6.
Munasabah antara
awal uraian dengan akhir uraian suatu surat, dan
7.
Munasabah antara
penutup satu surat dengan awal surat berikutnya.[8]
Untuk lebih
jelasnya, dibawah ini akan diuraikan masing-masing munasabah tersebut :
1). Munasabah
antara surat yang satu dengan surat sebelumnya
Surat-surat yang
ada dalam Alquran mempunyai munasabah, sebab surat yang datang kemudian menjelaskan
beberapa hal yang disebutkan secara global pada surat sebelumnya. Misalnya
surat Al Baqarah memberikan perincian serta penjelasan terhadap surat Al
Fatihah. Sedangkan surat Ali Imran yang merupakan urutan surat berikutnya
memberikan penjelasan lebih lanjut terhadap kandungan surat Al Baqarah, yaitu
ancaman Allah terhadap orang-orang kafir karena pengaruh harta dunia. Ayat dari
surat-surat tersebut berbunyi :
Artinya :
“Segala puji untuk
Allah Tuhan semesta alam (QS. Al Fatihah;2)
“Ingatlah kepadaku,
niscaya Aku ingat pula kepadamu”. (QS.Al Baqarah : 152)
“Sesungguhnya
orang-orang kafir, harta benda, dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat
menolak siksaan mereka yang disediakan Allah. Dan mereka adalah bahan bakar api
neraka (QS. Ali Imran : 10)[9]
2). Munasabah
antara nama surat dengan tujuan turunnya.
Al-Biqa’i
sebagaimana yang dikutip oleh Nawir Yuslem menjelaskan bahwa nama-nama surat
Alquran merupakan “inti pembahasan surat tersebut serta penjelasannya”, setiap surat mempunyai tema
pembicaraan yang sangat menonjol, dan tercermin dalam nama-nama masing-masing
surat, seperti surat Al Baqarah, surat Yusuf, surat al-Naml, dan surat al-Jin,
cerita lembu betina dalam surat al Baqarah umpamanya, merupakan pembicaraan
surat tersebut, yaitu kekuasaan Tuhan membangkitkan orang mati. Dengan kata
lain, tujuan surat ini adalah menyangkut kekuasaan Tuhan dan keimanan kepada
hari kemudian.[10]
3). Munasabah
antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dalam satu ayat.
Munasabah antara
kalimat dalam Alquran adakalanya memakai huruf athof, dan adakalanya tidak
memakai huruf athof. Yang memakai huruf athof biasanya mengambil bentuk
berlwanan (muthadhodat), misalnya penggunaan و dan ام dalam ayat :[11]
Sedang munasabah yang
tidak memakai huruf athof sandarannya adalah qorinah ma’nawiyah. Aspek ini
dapat mengambil bentuk :
1). At-Tanzir,
yaitu membandingkan dua hal yang sebanding, menurut kebiasaan orang yang
berakal, misalnya :
Sebagaimana Tuhanmu
menyuruh pergi dari rumahmu dengan kebenaran (berangkat perang), padahal
sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.
Sedangkan ayat
sebelumnya (Q.S Al Anfal ; 4) berbunyi :
Itu adalah
orang-orang yang beriman dengan sebenarnya. Mereka itu akan memperoleh beberapa
derajat ketinggian disisi Tuhannya dan mendapat keampunan serta rezeki yang
mulia.
2). Al Mudhodat,
artinya berlawanan, misalnya :
Sesungguhnya
orang-orang kafir itu sama saja, diberi peringatan atau tidak diberi peringatan
tetap mereka tidak beriman.
Sifat orang kafir ini berlwanan dengan
sifat orang mukmin yang membawa keberuntungan yang dijelaskan pada ayat
sebelumnya :[12]
Dan mereka yang
beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kapadamu dan kitab-kitab
yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan)
akhirat (4). Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan
merekalah orang-orang yang beruntung.
4). Munasabah
antara satu ayat dengan ayat lainnya dalam satu surat.
Munasabah antar
ayat dalam satu surat dapat dilihat dalam surat Al Baqarah ayat 1 sampai 20.
Dalam ayat-ayat tersebut Allah memulai penjelasannya tentang kebenaran dan
fungsi Alquran bagi orang-orang yang bertaqwa, dan kemudian dalam ayat
berikutnya dibicarakan tiga kelompok manusia dan sifat-sifat mereka yang
berbeda, yaitu mukmin, kafir dan munafik.[13]
5). Munasabah
antara kalimat penutup ayat (fasilah) dengan kandungan ayatnya.
Munasabah disini
bertujuan untuk :
Tamkin (memperkukuh),
Misalnya Surat Al Ahzab ayat 25 :
Allah menghindarkan
orang-orang mukmin dari peperangan. Dan Allahlah maha kuat lagi maha perkasa.
Ighal (penjelasan
tambahan untuk mempertajam makna) Misalnya Surat An-Naml ayat 80 :
Sesungguhnya kamu
tidak dapat menjadikan orang-orang itun mendengar dan (tidak pula) menjadikan
orang-orang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling
membelakang.[14]
6). Munasabah
antara awal uraian dengan akhir uraian suatu surat
Munasabah ini dapat
dijumpai, misalnya dalam Surat Al Qashah, permulaan Surat ini (ayat 1-32)
menjelaskan perjuangan Nabi Musa, sementara di Akhir Surat (ayat 83-88)
memberikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad SAW yang menghadapi tekanan dari
kaumnya, dan akan mengembalikannya ke Makkah (di awal surat tidak menolong
orang yang berdosa. Dan diakhir Surat, Muhammad dilarang menolong orang-orang
kafir). Munasabah terletak pada kesamaan situasi yang dihadapi, dan sama-sama
mendapat jaminan dari Allah.[15]
7). Munasabah antara
penutup satu surat dengan awal surat berikutnya :
al-Suyuti
sebagaimana dikutip Nawir Yuslem, mengemukakan suatu surat mempunyai munasabah
dengan akhir surat sebelumnya walaupun tidak mudah untuk mencarinya. Ia memberi
contoh pada permulaan Surat Al Hadid yang dimulai dengan kata tasbih [16]:
Semua yang berada
dilangit dan yang berada dibumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran
Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat tersebut bermunasabah dengan akhir surat
sebelumnya, al-Waqi’ah yang memerintahkan bertasbih.
Maka bertasbihlah
dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.
Kemudian, permulaan
surat Al Baqarah (2) :[17]
Artinya :
“Alif Lam Mim.
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya;petunjuk bagi mereka yang
bertakwa” (QS.Al Baqarah:1-2).
Ayat ini
bermunasabah denga akhir Surat Al Fatihah (1) :[18]
Artinya :
“…..Yaitu jalan
orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat “(QS. Alfatihah :
7)
C.
Metode
Mencari Munasabah
Para ulama
menjelaskan bahwa pengetahuan tentang munasabah bersifat ijtihadi. Artinya,
pengetahuan tentangnya ditetapkan berdasarkan ijtihad karena tidak ditemukan
riwayat, baik dari Nabi maupun para sahabatnya. Oleh karena itu tidak ada
keharusan mencari munasabah pada setiap ayat. Alasannya Alquran diturunkan
secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian dan pristiwa yang ada. Oleh
sebab itu, terkadang mufassir menemukan keterkaitan suatu ayat dengan yang
lainnya dan terkadang tidak. Ketika tidak menemukan keterkaitan itu, ia tidak
diperkenankan memaksakan diri.[19]
Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah langkah-langkah untuk mencari Munasabah. Berikut ini adalah
laingkah-langkah yang biasa ditempuh oleh ahli tafsir mutaakhirin dan dipandang
dapat memudahkan mencari munasabah, yaitu :
1.
Memperhatikan
tujuan yang dibahas dalam surat.
2.
Memperhatikan
uraian-uraian dari ayat-ayat sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3.
Menentukan tingkat
uraian-uraian itu;apakah ada hubungannya atau tidak ada.
4.
Ketika menarik
kesimpulan dari uraian-uraian tersebut harus memperhatikan ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebih-lebihan.[20]
D.
Peranan
Munasabah dalam Tafsir.
Mengetahui
Munasabah dalam tafsir tidak kalah pentingnya dengan asbab al-nuzul. Kalau
asbab al-nuzul membahas ayat dari segi sebab-sebab turunnya atau latar
belakang historisnya. Sedangkan munasabah membahas ayat-ayat dari sudut
hubungannya (Korelasi). Walaupun jumhur ulama berpandangan bahwa menjelaskan
dan mencari asbab al-nuzul adalah jalan yang kuat dalam memahami ayat-ayat
Alquran, tidak berarti bahwa peranan munasabah dalam tafsir tidak ada. Dalam memahami ayat-ayat Alquran, pengetahuan
tentang munasabah sangat membantu. Hal ini disebabkan ayat-ayat Alquran
tersusun berdasarkan petunjuk Allah sehingga pengertian suatu ayat kurang dapat
dipahami begitu saja tanpa memahami ayat-ayat sebelumnya. Dengan demikian,
munasabah Alquran mempunyai peranan dalam memahami ayat-ayat Alquran.[21]
Ayat-ayat Alquran
itu banyak bercerita tentang umat-umat terdahulu, baik peristiwa yang berlaku
pada mereka maupun kewajiban-kewajiban yang pernah dibebankan atas mereka. Jika
suatu ayat dipelajari, tanpa melihat keterkaitannya dengan ayat-ayat lain, maka
mungkin akan terjadi penetapan hukum yang sebenarnya hukum itu dibebankan kepada
umat sebelum nabi Muhammad SAW, yang tidak diwajibkan kepada umat Muhammad SAW.
Bahkan tanpa bantuan munasabah ini seperti yang telah disinggung diatas mungkin
terjadi kekeliruan dalam memahami ayat seperti pemahaman kaum Bathiniyyah
terhadap penggalan ayat :[22]
Dan membuangkan dari mereka beban-beban dan belenggu yang ada pada
mereka. (QS.Al-A’raf (7) : 15)
Kaum Bathiniyyah memahami ayat ini, “ bahwa ada orang-orang
tertentu yang telah dibebaskan dari larangan dan kewajiban agama yang dianggap
sebagai belenggu bagi mereka; orang-orang yang telah sampai pada peringkat
tersebut boleh berbuat apa saja yang mereka sukai”. Padahal ayat ini tidak dapat dilepaskan dari ayat
sebelumnya.[23]
Lebih
jauh lagi, peranan munasabah dalam Tafsir adalah :
1.
Dapat
mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema Alquran kehilangan
relevansi antara satu bagian dan bagian lainnya. Contohnya terhadap firman
Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 189 :
Artinya
:
Mereka
bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah:”Bulan sabit itu adalah
tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji;Dan bukanlah kebajikan
memasuki rumah-rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu ialah kebajikan
orang yang bertaqwa dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan
bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung” (QS.Al Baqarah : 189).
Orang
yang membaca ayat tersebut tentu akan bertanya-tanya: Apakah korelasi antara
pembicaraan bulan sabit dengan pembicaraan mendatangi rumah. Dalam menjelaskan
munasabah antara kedua pembicaraan itu.[24]
2.
Mengetahui atau persambungan/ antara bagian
Alquran, baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih
memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Alquran dan memperkuat
keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya, serta dapat membantu dalam
menafsirkan ayat-ayat Alquran setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau
ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.[25]
E.
Penutup
Secara Etimologi bahwa Munasabah adalah keserupaan atau kedekatan,
sedangkan secara Terminologi Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba
mengetahui alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian Alquran,
baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat. Dapat disimpulkan bahwa
Munasabah adalah keterkaitan atau hubungan antara surah-surah, ayat-ayat dalam
Alquran, baik awal dengan akhir surah, hubungan tersebut menjelaskan makna antar ayat atau antar surah baik
korelasi secara umum atau khusus, rasional, persepsi atau imajinatif atau
korelasi berupa sebab akibat, illat dan ma’lul perbandingan dan perlawanan,
nama surah dengan isi surah melalui hasil ijtihad.
Dilihat dari
macam-macam munasabah, sekurang-kurangnya ada tujuh macam munasabah Alqur’an,
yaitu, Munasabah antara surat yang satu dengan surat sebelumnya, Munasabah
antara nama surat dengan tujuan turunya, Munasabah antara satu kalimat dengan
kalimat lainnya dalam satu ayat, Munasabah antara satu ayat dengan ayat lainnya
dalam satu surat, Munasabah antara kalimat penutup ayat (fasilah) dengan
kandungan ayatnya, Munasabah antara awal uraian dengan akhir uraian suatu
surat, dan Munasabah antara penutup satu surat dengan awal surat berikutnya.
Hal yang perlu
diperhatikan dalam mencari munasabah Alquran adalah dengan Memperhatikan tujuan
yang dibahas dalam surat, Memperhatikan uraian-uraian dari ayat-ayat sesuai dengan
tujuan yang dibahas dalam surat, Menentukan tingkat uraian-uraian itu apakah
ada hubungannya atau tidak ada, dan Ketika menarik kesimpulan dari
uraian-uraian tersebut harus memperhatikan ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebih-lebihan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Abu. Pengantar.
Jakarta: Amzah, 2009.
Anwar, Rosihun. Ulumul Quran. Bandung:
Pustaka Setia, 2010.
Iman, Fauzi. "Munasabah Al Quran." Al
Qolam (1997): 45.
Suyuti, Imam Jalaludin As. "Samudra Ulumul Quran." Al-Itqan fi ulumil
quran. Surabaya: PT Bina Ilmu, 2003. 528.
Yuslem, Nawir. Ulumul Quran. Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2010.
Yusuf, Kadar. Studi Al Quran. Jakarta:
Amzah, 2009.
[2].Imam Jalaluddin As Suyuti ,Samudra Ulumul Qur’an (Al-Itqan fi ulumil qur’an), alih bahasa : Farikh
Marzuki Ammar, Imam Fauzi Jai’z jilid I ,(Surabaya:PT,Bina Ilmu, 2003) h. 528
[3]. Nawir Yuslem, Ulumul Qur’an (Bandung:Citapustaka
Media Perintis, 2010), h. 36.
[4]. Rosihon
Anwar, Ulum Alquran, (Bandung:Pustaka Setia, 2010), h.82
[5]. Ibid
h.83
[6] .Ibid
h.83
[7] Drs Fauzi Iman, MA Munasabah Al Quran, , Jurnal Al Qalam, No 63/XII/1997,
h. 47
[9] Abu Anwar, Ulumul
Quran Sebuah Pengantar (Jakarta : Amzah, 2009), h. 65
[12] Yuslem, Quran,
h.41.
[13] Ibid h.42
[14] Anwar, Pengantar,
h.74
[16] Yuslem, Quran,
h.44
[17] Anwar, Al-Quran,
h.95
[18] Ibid h.95
[19].Ibid h. 83
[23] Ibid h.112
[25] Ibid h.97
script data-ad-client="ca-pub-1908995508080163" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
No comments:
Post a Comment